Serang, Banten – Dalam sebuah momen yang sarat makna di Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Banten, Kota Serang, Pemerintah Kota Tangerang Selatan kembali menorehkan catatan gemilang dalam sejarah tata kelola keuangannya. Untuk ke-13 kalinya secara berturut-turut, Kota Tangsel meraih Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.
Capaian ini bukan sekadar deretan angka di laporan keuangan. Ia merupakan cermin dari konsistensi, kerja keras, dan komitmen kolektif jajaran pemerintahan yang dipimpin Wali Kota Benyamin Davnie dan Wakil Wali Kota Pilar Saga Ichsan. Tidak hanya itu, Kota Tangsel juga dinobatkan sebagai daerah dengan nilai terbaik untuk Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan (TLRHP) 2024, dengan capaian penyelesaian sebesar 96,31 persen. Angka ini jauh melampaui rata-rata provinsi yang berada di kisaran 85,89 persen.
“Alhamdulillah hasil kerja keras dari seluruh perangkat daerah, kami memperoleh opini WTP dari BPK RI. Kami berkomitmen dan selalu berupaya mempertahankannya dan akhirnya tahun anggaran 2024 kami kembali meraih opini WTP,” ujar Benyamin, dalam keterangannya usai menerima langsung Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari Kepala Perwakilan BPK RI Provinsi Banten, Firman Nurcahyadi, Senin (26/5/2025).
Ia menambahkan, capaian ini adalah hasil sinergi semua elemen, mulai dari jajaran birokrasi hingga para pemangku kepentingan, yang turut menjaga dan mengawasi proses pengelolaan anggaran agar senantiasa sesuai dengan regulasi. Meski begitu, ia tak ingin capaian ini membuat jajarannya terlena.
“Penghargaan ini tak buat kami berpuas diri. Kami menyadari masih ada yang perlu ditingkatkan. Untuk itu melalui pemeriksaan ini kami jadikan dasar dalam perbaikan dan peningkatan pengelolaan keuangan daerah sesuai peraturan perundang–undangan,” lanjutnya.
WTP ke-13 ini juga menjadi catatan keempat di masa kepemimpinan Benyamin-Pilar, yang menegaskan arah pemerintahan mereka dalam menjaga akuntabilitas dan transparansi anggaran publik. Hal ini menjadi relevan di tengah meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap pemerintahan yang bersih dan berintegritas.
Sementara itu, Kepala BPK RI Perwakilan Provinsi Banten, Firman Nurcahyadi, menegaskan bahwa pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) adalah mandat konstitusi. Menurutnya, aspek penting dalam proses ini bukan hanya pada hasil temuan, tetapi sejauh mana rekomendasi ditindaklanjuti secara nyata.
“Hal ini penting untuk memastikan komitmen Kepala Daerah beserta jajarannya dalam menyelesaikan seluruh tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPK secara tepat waktu,” jelas Firman.
Ia pun memaparkan perbandingan tingkat penyelesaian tindak lanjut dari sejumlah daerah. Kota Tangsel menempati posisi teratas dengan 96,31 persen, disusul Kabupaten Tangerang (90,97 persen), dan Kabupaten Serang (87,77 persen). Kota Cilegon dan Kota Tangerang masing-masing berada di angka 87,17 persen dan 85,71 persen. Sementara posisi terbawah ditempati Kabupaten Pandeglang dengan 72,30 persen.
Firman juga menekankan bahwa manfaat utama dari audit bukan terletak pada hasil laporan itu sendiri, melainkan pada efektivitas tindak lanjutnya.
“Tetapi terletak pada efektivitas pemerintah daerah menindaklanjuti rekomendasi, serta menciptakan dan memelihara suatu proses dan sistem informasi untuk memantau status tindak lanjut atas rekomendasi BPK,” ujarnya.
Di tengah dinamika politik dan tantangan pembangunan daerah, capaian ini menjadi semacam tonggak penting yang menegaskan bahwa birokrasi bisa berjalan profesional, transparan, dan bertanggung jawab—asal ada kemauan dan sistem yang dijaga dengan konsisten.
BPK pun berharap, capaian ini dapat memotivasi daerah lainnya untuk terus memperbaiki pengelolaan keuangan daerah yang tertib, efisien, transparan, serta taat regulasi, sebagaimana diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan.
Dalam catatan sejarah Kota Tangerang Selatan, WTP ke-13 ini adalah lebih dari sekadar simbol. Ia adalah buah dari kesetiaan terhadap nilai-nilai tata kelola yang baik—dan janji bahwa akuntabilitas publik adalah sesuatu yang terus diperjuangkan, bukan diberi.
(*)