JAKARTA – Penyidikan kasus suap Tenaga Kerja Asing (TKA) oleh KPK menunjukkan aparat ketenagakerjaan yang seharusnya menegakkan aturan untuk kepentingan negara, justru disalahgunakan untuk memperkaya pribadi.
“Nah ini yang sering saya sampaikan, kalau terjadi kongkalikong dan suap, maka penegakan hukum terhadap para TKA tidak akan maksimal. Mereka suap para aparat, dan bekerja dengan bebas tanpa setor pajak,” papar Direktur Masyarakat Hukum Indonesia (MHI) Wakil Kamal, saat acara diskusi dengan tema Tenaga Kerja Asing Ilegal di bilangan Kebayoran Baru, Jaksel, Senin (26/5/2025).
Sebelumnya, warga negara Singapura berinisial TCL dilaporkan oleh masyarakat ke Dirjen Binapenta, Kemnaker karena diduga tidak mengantongi izin ketenagakerjaan di Indonesia sejak 2018.
Dalam laporan masyarakat itu, TCL bekerja di tiga perusahaan besar dan salah satunya perusahaan berstatus PMA. Di salah satu perusahaan ini, TCL menjabat sebagai salah satu direksi.
Menururt Wakil Kamal, pengawasan dan penegakan hukum terhadap para TKA justru semakin lemah, dan akhirnya akan merugikan keuangan negara. Pajak dan insentif bagi negara tidak bisa ditarik secara maksimal.
“Kalau pun TKA yang melanggar itu diberikan sanksi, paling sanksi paling ringan, bersifat administrasi. Padahal seharusnya bisa diberikan tuntutan pidana maksimal yang bisa membuat efek jera,” pungkasnya.
Sementara itu Ketua KSPSI, Jumhur Hidayat mengatakan, sejak 2016 syarat pekerja asing lebih longgar dengan diubahnya aturan, seperti TKA harus bisa Bahasa Indonesia, sekarang sudah tidak mutlak lagi. Kemudian aturan 1 banding 10 untuk TKA sudah tidak berlaku lagi.
“Hal ini harusnya menjadi perhatian semua pihak agar proses penempatan tenaga kerja asing bisa ditinjau ulang. Tujuannya agar warga negara Indonesia mendapat prioritas dalam hal pekerjaan,” ujarnya.
Lebih lanjut Jumhur mengatakan, di era rezim Jokowi proses izin tenaga kerja asing dipermudah. Sebelumnya Rencana Penempatan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) merupakan syarat awal ketika seorang investor ingin mempekerjakan tenaga asing.
Selanjutnya harus ada izin penempatan tenaga kerja asing.
“Saat ini jika RPTKA sudah didapat, otomatis pekerja asing sudah bisa masuk, tanpa diketahui kemampuannya dan keahliannya. Hal ini harus bisa diubah,” tuturnya.
Sedangkan Anggota Komisi IX DPR RI, Zainulinasichin menilai pemerintah harus tegas terhadap TKA ilegal. Salah satunya pada kasus TCL, tenaga kerja asing yang bekerja di dua perusahaan tapi hanya melaporkan satu perusahaan.
Meskipun sudah mendapat sanksi administratif dari Kemenaker berupa denda, harusnya ada sanksi pidana yang dikenakan. Pasalnya yang bersangkutan sudah melakukan pelanggaran pidana.
“Pemerintah harus lebih tegas dalam memberikan sanksi terhadap tenaga kerja asing yang berupaya mengelabui peraturan yang ada. Ini bertujuan agar negara kita disegani oleh warga negara asing,” ucapnya. (***)