JAKARTA – Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum siap hadir memberikan perlindungan dan bagi jurnalis dari tindak kekerasan dan intimidasi.
Karena itu, kerja jurnalis jangan keluar dari pakem dengan memegang teguh kode etik jurnalistik.
Jaksa Agung Muda Intelijen (JAM-Intelijen) Prof Reda Manthovani mengatakan kebebasan berpendapat termasuk pers merupakan unsur penting dalam pembentukan suatu sistem bernegara yang demokratis, terbuka dan transparan.
Pers sebagai media informasi merupakan pilar keempat demokrasi yang berjalan seiring dengan penegakan hukum demi terciptanya keseimbangan dalam suatu negara.
“Sudah seharusnya jika pers sebagai media informasi dan juga sering menjadi media koreksi dijamin kebebasannya dalam menjalankan profesi kewartaannya,” ujar Reda Manthovani pada acara Media Gathering dengan tema Perlindungan Hukum bagi Jurnalis dari Tindak Kekerasan dan Intimidasi dalam Pelaksanaan Liputan di Press Room Pusat Penerangan Hukum, Kejaksaan Agung, Jakarta, dikutip Kamis (25/7/2024).
Dalam sambutannya, Reda menyampaikan bahwa tema yang diangkat pada Media Gathering kali ini sangat menarik karena relevan dengan kejadian beberapa waktu yang lalu, yakni muncul kembali pemberitaan tentang jurnalis yang mengalami tindakan intimidasi dan kekerasan.
“Harapannya, kegiatan ini dapat menjadi langkah awal bentuk dukungan Kejaksaan kepada para awak media,” ucap Reda.
Reda menegaskan, pentingnya menjaga objektivitas dan transparansi dalam dunia pers, sehingga pemberitaan dapat dituangkan dengan benat tanpa ada intimidasi.
Reda juga mengungkapkan nilai-nilai kebebasan pers sudah diakomodir dalam Pasal 28, Pasal 28 E Ayat (2) dan (3) serta Pasal 28 F, UUD 1945.
Oleh karena itu, negara telah mengakui kebebasan mengemukakan pendapat dan kebebasan berpikir merupakan bagian dari perwujudan negara yang demokratis dan berdasarkan atas hukum.
“Rekan-rekan pers juga patut bersikap secara baik dan benar sesuai ketentuan dalam melaksanakan tugasnya, karena perlu disadari bahwa insan pers tetaplah warga negara yang juga tunduk terhadap hukum yang berlaku di Indonesia,” kata Reda.
“Bagaimanapun juga asas persamaan di hadapan hukum atau equality before the law tetap berlaku terhadap semua warga negara Indonesia termasuk para wartawan, yang notabene adalah insan pers,” imbuhnya.
Meskipun diberikan kebebasan, JAM-Intelijen turut mengingatkan bagi seluruh insan pers untuk tetap menjalankan tugasnya dengan menjunjung tinggi nilai-nilai yang telah diatur dalam Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang Pers.
Hindari pemberitaan yang memiliki muatan fitnah dan hoaks, karena tentu juga ada ancaman pidana atas hal itu.
Oleh karenanya JAM-Intelijen berharap agar insan media dapat melaksanakan tugas dan fungsi sebagai media dan pers secara bertanggung jawab.
Pada kesempatan ini, JAM-Intelijen juga turut prihatin dan menyampaikan simpati atas kejadian yang dialami para rekan-rekan media belakangan ini. Seperti contohnya pembakaran rumah jurnalis oleh oknum, pemukulan wartawan saat mencari informasi serta beberapa kejadian lainnya yang merupakan intimidasi dan ancaman bagi para rekan media.
“Tentu Kejaksaan hadir dan turut memberikan perlindungan dengan menegakkan hukum yang seimbang dan adil serta mengutamakan kepentingan korban,” kata Reda.
“Insan media juga merupakan warga negara yang harus diberikan perlindungan hukum serta dijamin mendapatkan keadilan dalam proses hukum yang dijalani, sehingga sebagai representasi dari negara, Kejaksaan hadir untuk mewujudkan keadilan itu,” Reda menambahkan.
Kegiatan Media Gathering ini juga menghadirkan Ketua Dewan Pers Dr. Ninik Rahayu dan peserta dari Pemimpin Redaksi/Perwakilan media baik cetak, elektronik, radio maupun televisi nasional dan perwakilan Forum Wartawan Kejaksaan Agung (Forwaka).
Turut hadir Kepala Pusat Penerangan Hukum Dr. Harli Siregar, Kepala Bidang Media dan Kehumasan Agus Kurniawan, Kepala Sub Bidang Kehumasan Andrie W. Setiawan, dan Kepala Sub Bidang Media Massa dan Media Sosial Febrian Rizky Akbar.
(***)