Jakarta, Fajarpos.com – VISI Indonesia 2045 telah dicanangkan tahun 2019 lalu. Visi bertajuk “Indonesia 2045 Berdaulat, Maju, Adil dan Makmur” itu disangga oleh 4 pilar pembangunan, yakni Pembangunan Manusia serta Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan, Pemerataan Pembangunan, serta Pemantapan Ketahanan Nasional dan Tata Kelola Kepemerintahan. Masing-masing pilar itu berisi bidang-bidang pembangunan, dari pendidikan hingga politik luar negeri, yang harus diwujudkan dan dipercepat hingga 2045.
Keempat pilar tersebut dibangun di atas Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar berbangsa bernegara dan konstitusi, dengan tujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Upaya serius merancang visi emas itu patut diapresasi di tengah ketiadaan garis-garis besar haluan negara seperti di masa lalu. Cakrawala visioner tentang Indonesia yang akan datang amatlah penting bagi pemerintah dan masyarakat demi memotivasi dan mempersiapkan segala sesuatu dalam pencapaiannya.
Sebagai sebuah cita-cita, visi tersebut berada dalam dinamika ruang dan waktu yang panjang, sehingga akan menghadapi ujian-ujian yang tidak ringan. Ujian-ujian itulah yang nantinya justru akan memperkokoh Visi Indonesia 2045.
Di sisi lain perwujudan visi tersebut tidaklah mudah. Dalam pencapaiannya tentu dibutuhkan situasi dan kondisi keamanan dan ketertiban yang kondusif. Keamanan dan ketertiban masyarakat itu adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional.
Terpenuhinya prasayarat itu ditandai dengan terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketenteraman. Situsai tersebut diharapkan akan mampu membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan
menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.
Dalam konteks itulah institusi Kepolisian Republik Indonesia memiliki peran yang penting dan strategis. Dalam menjalankan peran tersebut, Kepolisian Republik Indonesia melandaskannya pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Dalam UU itu ditegaskan bahwa bahwa pemeliharaan keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Pelaksanaan atas mandat itu dijalankan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku alat negara yang dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Dalam menjalankan tugasnya demi mengawal Visi Indonesia 2045, Kepolisian Republik Indonesia dihadapkan pada tantangan-tantangan besar yang gejalanya telah muncul dewasa ini. Pandemi Covid-19 misalnya, telah menyebabkan penurunan Indeks Ketahanan Nasional.
Ketahanan pada aspek kesehatan dan perekonomian yang terimbas pandemi, lalu menjalar ke lini lain, tak terkecuali politik. Di 2019 misalnya, Indeks Ketahanan Nasional Indonesia masih sensitif, yaitu di angka 2,82 dari skala 5. Artinya, jika hambatan itu bisa ditangani dengan baik, tidak akan berpengaruh pada ketahanan nasional.
Namun, jika tidak ditangani, berpotensi mengancam ketahanan nasional Indeks Ketahanan Nasional pada periode Juni
2020, menjadi 2,70. Artinya, ketahanan nasional berada pada status cukup tangguh menuju kurang tangguh.
Di aspek perekonomian, skor ketahanan menurun di semua lini, terkecuali pasar uang.
Rendahnya ketahanan di aspek ekonomi ini berefek domino pada gatra lain, yaitu politik. Politik dalam negeri mengalami gejolak terutama dalam aspek kapasitas pemerintah, hubungan pemerintah pusat dan daerah, serta penegakan hukum. Dimensi ideologi dan sosial budaya menjadi yang terlemah di antara sejumlah dimensi dalam Indeks Ketahanan Nasional 2020 dari hasil kajian Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas).
Peneliti Lemhannas, Dadan Umar Daihani, mengatakan, tanpa pandemi Covid-19, gatra ideologi dan sosial budaya ada di tingkat yang rendah. Saat pandemi melanda, ketidakpatuhan dan intoleransi meningkat serta rasionalitas menurun dengan dukungan media sosial.
Fenomena tersebut terakhir itu tampaknya harus menjadi atensi Kepolisian Republik Indonesia ke depan dalam mengawal Visi Indonesia 2045. Selain itu, Visi Indonesia 2045 juga mengamanatkan pertahanan dan keamanan untuk terus ditingkatkan guna menghadapi berbagai tantangan seperti separatisme, terorisme, konflik komunal, radikalisme, bencana alam, serta persoalan keamanan perbatasan.
Sasaran bidang pertahanan dan keamanan adalah untuk mewujudkan ketertiban masyarakat yang inklusif, pertahanan berdaya gentar tinggi, serta keamanan insani yang bermartabat.
Menarik untuk dicermati pula bahwa selain memiliki tugas berat mengawal Visi Indonesia 2045, lembaga Kepolisian Republik Indonesia itu sendiri juga menjadi bagian dari visi tersebut.
Dalam pilar ke 4 yakni Pemantapan Ketahanan Nasional dan Tata Kelola Pemerintahan dicanangkan pentingnya reformasi birokrasi dan kelembagaan untuk merespon tantangan yang lebih besar di masa mendatang. Kepolisian Republik Indonesia sebagai institusi yang mandiri setelah berpisah dari TNI tidak lepas dari tuntutan ini.
Reformasi birokrasi dan kelembagaan pun terus dilakukan Kepolisian Republik Indonesia.
Sebagaimana terangkum dalam modul bahan ajar lembaga pendidikan dan pelatihan Kepolisian Republik Indonesia (2021), Kepolisian Republik Indonesia telah melaksanakan program Reformasi Birokrasi sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2019 yang terbagi dalam dua gelombang yaitu Reformasi Birokrasi Kepolisian Republik Indonesia Gelombang I Tahun 2010-2014 dan Reformasi Birokrasi Kepolisian Republik Indonesia Gelombang II Tahun 2015-2019.
Hasil pelaksanaan Reformasi Gelombang II ini menjadi dasar pelaksanaan Reformasi Birokrasi Kepolisian Republik Indonesia Gelombang III Tahun 2020-2024.
Selanjutnya pelaksanaan Reformasi Birokrasi Gelombang III tersebut masuk kepada periode terakhir dari Grand Design Reformasi Birokrasi Nasional yang diharapkan menghasilkan karakter birokrasi berkelas dunia (world class bureaucracy) yang dicirikan dengan pelayanan publik yang semakin berkualitas dan tata kelola yang semakin efektif dan efisien sebagaimana diatur dalam Permenpan RB No. 25 Tahun 2020.
Seiring dengan langkah reformatif tersebut, perubahan fundamental yang harus dilakukan dan terus dijalankan oleh Kepolisian Republik Indonesia adalah mengikis budaya represif yang masih dipertontonkan oleh segelintir oknum polisi di berbagai tempat. Kendatipun upaya perubahan itu telah membawa hasil, namun beberapa peristiwa belakangan ini membuktikan bahwa reformasi budaya represif di tubuh Kepolisian Republik Indonesia itu belumlah tuntas.
Di 2021 misalnya, kita dikejutkan dengan munculnya tagar #percumalaporpolisi menyusul kekerasan seksual di Luwu Timur yang dilakukkan oleh oknum polisi.
Selain itu, aksi penghapusan mural oleh polisi, kasus penggeledahan telepon genggam oleh aparat, dan insiden mahasiswa yang dibanting polisi saat demo di Tangerang, merupakan contoh lain dari permasalahan Kepolisian Republik Indonesia sebagai lembaga pemerintah dengan masyarakat.
Beberapa peristiwa diatas mengingatkan lagi pada istilah “Polisi Rakyat” dan “Polisi Bagi Kualitas Kehidupan” dalam Artikel yang ditulis oleh almarhum Prof Dr Satjipto Rahardjo (1930-2010), Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, di rubrik Opini Kompas, 1 Juli 1991 dalam rangka HUT Kepolisian Republik Indonesia.
Menurut Satjipto, kedua istilah tersebut merupakan prospek yang mungkin akan dihadapi oleh polisi di masa mendatang seiring dengan meningkatnya usaha pembangunan nasional. Karena itu Satjipto menyarankan dalam menghadapi perubahan sosial yang besar seperti sekarang ini, seyogianya polisi berada selangkah di depan rakyat yang dilayaninya.
Dengan demikian, ia bisa menjadi salah satu unsur yang memimpin perjalanan kehidupan bangsanya agar dapat dilalui dengan selamat. Untuk itu, polisi perlu memahirkan diri dalam dan memahami betul masalah manusia dan lingkungan hidupnya, yang tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga sosial.
Inilah yang menjadi alasan untuk berpendapat bahwa salah satu tugas penting di waktu mendatang bagi Kepolisian Republik Indonesia adalah ”menjadi polisi bagi kualitas kehidupan bangsanya”. Inilah sejatinya reformasi Kepolisian Republik Indonesia.
Pedoman pelaksanaan bagi reformasi Kepolisian Republik Indonesia sebenarnya sudah ada yakni Perkapolri Indonesia No. 8 Tahun 2009. Pedoman ini kemudian ditegaskan dengan
KEP Kapolri Nomor KEP/2554/XII/2020 tentang pengesahan Road Map RB Kepolisian Republik Indonesia tahun 2020-2024 yang merupakan tindaklanjut Permenpan RB No 25 Tahun 2020.
Peraturan tersebut merupakan usaha perubahan Kepolisian Republik Indonesia secara sistematik dalam aspek struktural, instrumental, maupun normatif.
Peraturan tersebut secara normatif merupakan usaha untuk melahirkan sosok dan postur Kepolisian Republik Indonesia yang profesional, cerdas, dan humanis. Upaya itu tampaknya juga selaras dengan Pilar ke 4 Visi Indonesia 2045 di atas yang mencanangkan suatu rancangan reformasi birokrasi yang berfokus kepada collaborative governance.
Sejalan dengan itu, Kapolri Listyo Sigit dengan PRESISI nya yang ingin menjadikan Kepolisian Republik Indonesia sebagai lembaga yang kinerjanya prediktif, memiliki responsibilitas dalam tindakan, dan transparan dalam menegakkan keadilan.
Konsep tersebut merupakan komitmen Kepolisian Republik Indonesia untuk memenuhi rasa keadilan melalui penyelesaian dengan prinsip keadilan restoratif (Raharjo dan Jasmine, 2021)
Demikianlah tampaknya tinggal dibutuhkan political will dari para pemangku kepentingan Kepolisian di negeri ini untuk berbenah diri melanjutkan reformasi yang tengah berjalan.
Reformasi Kepolisian Republik Indonesia tidak saja untuk menyiapkan lembaga ini sebagai pengawal Visi Indonesia 2045, akan tetapi juga mewujudkan visi tersebut karena Kepolisian Republik Indonesia juga merupakan bagian darinya.