Jaksa Agung Sebut Ada Pejabat Eselon I KLHK Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Tata Kelola Sawit, Siapa?

Fajarpos.com
Foto: ST Burhanuddin Jaksa Agung Republik Indonesia

JAKARTA – Kasus dugaan korupsi tata kelola sawit yang ditangani Kejaksaan Agung seperti layu sebelum berkembang. Padahal sudah ada pejabat eselon I di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) saat itu telah ditetapkan tersangka.

Salah satu pejabat saat itu yang telah 3 kali diperiksa penyidik adalah mantan Sekjen KLHK Bambang Hendroyono.

Bahkan penyidik telah menggeledah ruang kerja Bambang Hendroyono dan menyita sejumlah dokumen penting. Namun penyidikan kasusnya kini belum ada kelanjutan.

Penetapan tersangka dala kasus tata kelola sawit ini usai tiga penyidik  Kejaksaan Agung  menggeledah gedung Manggala Wanabakti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Penetapan tersangka korupsi itu disampaikan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dalam konfrensi pers rapat koordinasi desk pencegahan tindak pidana korupsi dan perbaikan tata kelola di gedung utama Kejaksaan Agung, Kamis 2 Januari 2025.

Jaksa Agung mengatakan ada pejabat Eselon I dan II KLHK yang telah menjadi tersangka dugaan korupsi tata kelola sawit.

“Yang pasti ada,” ujar Burhanuddin di gedung Kejaksaan Agung, Rabu, 8 Januari 2025.

Namun ia enggan menjelaskan identitas tersangka. “Sudah ada perbuatan melawan hukum, sudah kami inventarisir, sedang pendalaman,” ujar dia.

Dia berjanji dalam waktu dekat kasus itu akan diumumkan ke publik. 

Setidaknya ada 77 orang yang diperiksa dalam kasus ini. Satu di antaranya adalah Sekjen KLHK saat itu Bambang Hendroyono.

Ketika penyidik kejaksaan menggeledah kantor KLHK pada 3 Oktober 2024, Bambang adalah pejabat eselon I KLHK yang menjabat sebagai Sekretaris Jenderal KLHK. Kini setelah kementerian tersebut dipecah di era Prabowo Subianto, Bambang menjadi penasihat utama Menteri Kehutanan.

Mengutip portal tempoco, soal tata kelola sawit banyak aspek jadi celah korupsi. Mulai dari mekanisme pengurusan izin mendirikan kebun kelapa sawit seperti izin lokasi yang membutuhkan persetujuan Bupati/Wali Kota, izin lingkungan dari pemerintah sesuai lingkup izinnya, izin usaha perkebunan hingga SK pelepasan kawasan hutan dari KLHK jika lahan yang digarap masuk kawasan hutan. 

Poin terakhir itulah yang jadi salah satu modus korupsi tata kelola sawit yang kini sedang diusut oleh kejaksaan.

Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Febrie Ardiansyah,  mengakui hati-hati menyebutkan nama tersangka dalam kasus ini karena penanganannya tidak hanya melibatkan beberapa kasus.

Dikhawatirkan kasus ini akan berdampak pada ratusan perusahaan kebun sawit.

Modus Korupsi Kelapa Sawit

Bicara modus korupsinya adalah penerapan Pasal 110A dan 110B Undang-undang (UU) Cipta Kerja.

Dalam regulasi tersebut diatur perusahaan yang memiliki izin usaha sebelum UU Cipta Kerja disahkan akan diputihkan atau dilegalkan. Areanya akan dikeluarkan dari kawasan hutan. Dengan catatan, mereka memenuhi persyaratan sebelum 2 November 2023. Jika tidak, mereka akan dikenai sanksi berupa pembayaran denda administratif dan atau izin usahanya dicabut sesuai dengan Pasal 110A UU Cipta Kerja.

Sementara bagi perusahaan yang tidak punya izin usaha sebelum UU Cipta Kerja berlaku, tapi terlanjur beroperasi di kawasan hutan, diberi kesempatan satu daur sejak masa panen dan harus membayar denda administratif. Hal itu diatur di Pasal 110B.

Masa daur atau siklus diatur paling lama 25 tahun sejak masa tanam. Setelahnya mereka diharuskan memulihkan area itu menjadi kawasan hutan kembali. 

Wewenang penarikan denda administratif ini dipegang oleh KLHK, yang kini beralih di bawah wewenang Kementerian Kehutanan. Dalam penghitungan denda penerapan kedua Pasal tersebut, KLHK kala itu membentuk Ketua Tim Satuan Pelaksana Pengawasan dan Pengendalian Implementasi UU Cipta Kerja yang dipimpin Bambang Hendroyono. 

Febrie juga menyampaikan, kasus ini berkorelasi dengan temuan kebocoran uang negara sebesar Rp 300 triliun yang pernah diungkap oleh Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo.

Redaksi fajarpos telah meminta tanggapan kasus tata kelola sawit dan pejabat eselon I yang diduga terlibat ke Kepala Biro Humas Kemenhut. Namun belum ada tanggapan.

(***)