Terseret Dugaan Kredit Macet BPD Kaltim-Kaltara, Abang Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud Dilaporkan ke KPK

Fajarpos.com
Foto: Gedung KPK

JAKARTA – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dugaan kredit bermasalah senilai sekitar Rp1 triliun di tubuh PT Bank Pembangunan Daerah Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara (BPD Kaltim-Kaltara).

Desakan itu merujuk pada temuan awal dari Kedeputian Pencegahan dan Monitoring KPK pada 10 Juni 2024, mengindikasikan adanya kredit macet senilai Rp400 miliar dengan status kolektibilitas 5, kategori terburuk dalam klasifikasi kredit.

Kredit macet tersebut dapat dikualifisir masuk ke ranah dugaan tindak pidana korupsi, yang diduga melibatkan tokoh politik Kalimantan Timur, H. HM, pendiri PT. HB, bersama-sama F.

“Diduga ada penyimpangan dalam persetujuan pemberian fasilitas kredit kepada PT. HB sebesar Rp235,8 miliar. KPK harus bergerak cepat mengusut kasus ini antara lain mempertimbangkan family H.HM kini terpilih menjadi Kepala Daerah diwilayah Kaltim yang berkedudukan sebagai wakil pemegang saham PT. BPD Kaltim-Kaltara, ” tutur Boyamin Saiman, Koordinator MAKI kepada wartawan di Jakarta, Senin (5/5/2025).

MAKI menyebutkan bahwa hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2018 mengungkap dugaan sejumlah pelanggaran hukum dalam proses pemberian kredit sebesar Rp235,8 miliar dari PT BPD Kaltim-Kaltara kepada PT HB.

Selain bertentangan dengan UU No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Peraturan BI No. 14/15/PBI/2021 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank, juga melanggar SK Direksi BPD Kaltim No. 051/SK/SDM/BPD-PST/VII/2002 tentang Penyempurnaan Sistem dan Prosedur Manajemen Perkreditan di Lingkungan BPD Kaltim dan SK Direksi No. 256/SK/BPD-PST/XII/2012 tentang SOP Bidang Perkreditian, serta SK Direksi BPD Kaltim No. 175/SK-BPD-PST/XIII/2012 tentang BPP Perkreditan Kredit Sub Bab 9 Penanganan Kredit Bermasalah.

Laporan keuangan yang diserahkan PT. HB kepada PT. BPD Kaltim-Kaltara saat ajukan kredit diduga palsu. Tidak dapat dijadikan bahan analisis pemberian kredit. PT. HB menyampaikan laporan keuangan tersebut diaudit oleh kantor akuntan public (KAP).

Namun demikian, laporan yang disajikan diduga menunjukan hal yang tidak wajar. Diantaranya diduga tidak didasarkan periode operasional maupun akutansi, dan tidak bersifat komparatif dengan periode sebelumnya karena hanya menyajikan saldo per April 2011.

Tatkala auditor BPK melakukan konfirmasi kepada KAP Drs. NS, Ak, melalui Surat TIM BPK tertanggal 14 November 2018 diketahui tidak pernah diterbitkan opini atas laporan keuangan PT. HB. Dan tidak memenuhi persyaratan Callateral Converage and Quality Surveyor.

Berdasarkan Akte No. 46, yang diterbitkan oleh Notaris Her, SH di Kota Samarinda pada 17 Januari 2011, PT. HB meskipun saat itu baru berusia lima bulan yang bergerak dibidang transportasi itu diduga mendapat guyuran fasilitas kredit investasi dari BPD Kaltim-Kaltara sekitar Rp. 235,8 milyar, bersifat Non Revolving (dicairkan sekaligus), dengan bunga 11,5%, secara period per bulan sampai jatuh tempo 84 bulan tertanggal 3 Mei 2018. Termasuk grace period 12 bulan.

Kredit tersebut diduga diajukan untuk membiayai pembelian kapal baru, yaitu 10 unit tugboat dan 10 unit tongkang berukuran 300 feet. Namun, saat proses pengajuan berlangsung, disinyalir belum terdapat dokumen perjanjian resmi antara PT HB dengan pihak pembuat kapal. Pengajuan hanya didasarkan pada rencana anggaran biaya yang diperoleh dari PT MR, yang disebut sebagai produsen kapal tersebut.

Selain itu, proposal kredit juga diduga belum dilengkapi dengan FS yang memadai, karena masih dalam proses penyusunan dan analisa kelayakan proyek oleh konsultan PT BC. Kredit ini pun dinilai belum memenuhi persyaratan terkait collateral coverage dan penilaian dari quality surveyor.

Adanya indikasi dugaan penggunaan dana daerah/negara disalahgunakan, tidak sesuai dengan tujuan peruntukan kredit, agunan tak cukup, Akibatnya, PT BPD Kaltim-Kaltara kini menghadapi potensi kerugian yang diperkirakan mencapai sedikitnya Rp400 miliar. Kondisi ini harus segera dipertanggungjawabkan melalui proses hukum.

Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2018, pembayaran kredit PT HB menunjukkan indikasi masalah sejak periode 2011–2012. H. HM diduga melakukan pembayaran terakhir pada September 2014. Setelah itu, tercatat tunggakan pokok sebesar Rp7,3 miliar yang mencakup cicilan untuk bulan Januari, Februari, Maret, April, dan September 2014. Selain itu, terdapat pula tunggakan bunga sebelum restrukturisasi yang mencapai Rp23,9 miliar.

Ditambah tunggakan bunga bulan Februari sampai dengan September 2014. Sebelum tahun 2024, H. HM tercatat terakhir membayar cicilan bunga pinjaman sebesar Rp. 500 juta, dalam posisi kredit sudah berstatus macet kolektifibilitas 5, dan membengkak menjadi Rp. 400 milyar BPD Kaltim-Kaltara diduga pernah melego sebagian agunan kredit PT. HB berupa tug boat kepada PT. DSRL hanya laku sebesar Rp. 32,6 milyar.

Sisa agunan dioperasionalkan PT. HB dengan membuat pernyataan kesanggupan membayar kredit sebesar Rp. 500 juta perbulan. Namun hasil pemeriksaan terakhir BPK, total pembayaran PT. HBL hanya sebesar Rp. 43,8 milyar, yang terdiri dari hasil penjualan agunan Rp. 32,6 milyar, dan pembayaran secara bulanan Rp. 11,199 milyar. Sehingga saldo tunggakan pokok kredit sebesar Rp. 196,3 milyar, tunggakan bunga tetap Rp. 44,1 milyar dan denda tetap Rp. 2,6 milyar.

Temuan MAKI, meski baru berdiri kurang dari satu tahun pada 2012, PT HB diduga mendapatkan tambahan plafon kredit sebesar Rp25 miliar. Ternyata, H. HM diam-diam menggandeng seorang tokoh pemuda asal Kalimantan Timur, dugaan ini diperkuat oleh sejumlah aset atas nama tokoh tersebut yang digunakan sebagai agunan kredit.

Beberapa aset yang dijaminkan antara lain: tanah seluas 229 m² beserta tiga unit ruko di Jalan Cipto Mangunkusumo, Samarinda Seberang, dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) nomor 2396, 2397, dan 2398 atas nama MSA, dengan taksasi senilai Rp3,422 miliar, tanah 144 m² dan dua unit ruko di lokasi yang sama dengan SHM 2401 dan 2402 atas nama MSA, senilai Rp2,145 miliar, serta tanah 75 m² berikut satu unit ruko dengan SHM 2393 atas nama MSA, dengan taksasi senilai Rp1,053 miliar.

Selain itu, terdapat juga aset berupa tanah seluas 638 m² dan bangunan 204 m² di Jalan MT Haryono, Ring Road, Komplek Balikpapan Baru Blok BC No. 26, Balikpapan Selatan, dengan SHM 5316 atas nama yang sama, dengan taksasi senilai Rp3,583 miliar. Lebih lanjut, tanah seluas 480 m2 di Jln Bukit Telaga Golf TA-4/11 Kel. Kebun Jeruk, Kec. Lakarsantri, Surabaya, Jawa Timur, SHGB 690, 670 atas nama MSA dengan taksasi senilai Rp. 4,347 milyar.

Yang menjadi tanda tanya besar, pada September 2014 dilakukan addendum dan restrukturisasi kredit dengan dalih adanya perubahan kepemilikan dan kepengurusan di tubuh PT HB. Padahal, berdasarkan Akta No. 05 yang diterbitkan oleh Notaris Has, SH, M.Hum, M.Kn di Samarinda tanggal 6 Agustus 2014, justru tercatat bahwa kepemilikan saham H. HM meningkat menjadi 495 lembar atau menguasai 99% saham perusahaan.

Dengan alasan yang dinilai tak masuk akal, diduga kemudian diterbitkan surat 023/PK-024/KI.59/2014 yang mejadi dasar untuk menarik seluruh jaminan atas nama MSA. Langkah ini dipandang sebagai bentuk rekayasa semata. Setelah menerima aliran dana kredit dari PT. BPD Kaltim-Kaltara sebesar Rp. 235,8 milyar, pinjaman pokok tidak dibayar dan kredit pun berakhir macet.

Yang mengherankan, pemilik agunan berhasil mengamankan kembali seluruh asetnya dengan menariknya sebelum disita oleh pihak bank. Tindakan ini diduga merupakan bagian dari suatu permufakatan jahat yang merugikan keuangan daerah/negara. Bagaimana mungkin aset yang dijadikan jaminan dapat dikembalikan, sementara kredit tersebut belum lunas?

Setelah kredit PT. HB sebesar Rp235,8 miliar macet, H. HM diduga secara tiba-tiba “menghilang” dari jajaran direksi dan pemegang saham perusahaan. Hal ini tercatat dalam Akta No. 03 yang diterbitkan oleh Notaris Mar, SH, M.Kn di Samarinda pada 4 November 2019, di mana posisinya digantikan atau bahkan “dititipkan” atas nama ESMM, yang kini menjabat sebagai Direktur dan memegang 2.970 lembar saham perusahaan.

“Namun tempus dugaan penyimpangan dalam pemberian fasilitas kredit kepada PT. HB sebesar Rp. 235,8 milyar terjadi ketika pada era H. HM” tukas Boyamin Saiman.

Dalam kebijakan persetujuan pemberian fasilitas kredit senilai Rp. 235,8 milyar, pada Tahun 2011 kepada PT. HB pada PT. BPD Kaltim Kaltara diduga sebagai tindak pidana korupsi dan/atau TPPU, sebagaimana diatur UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yang dapat dijeratkan kepada terduga oknum Direksi PT. Bank BPD Kaltim-Kaltara yang membantu/memberikan persetujuan fasilitas kredit, H.HM, MSA, dan kawan-kawan.

Meskipun Boyamin Saiman hanya menyebutkan pihak-pihak yang dilaporkan dengan inisial, berdasarkan jejak digital, terungkap bahwa yang dimaksud dengan H. HM adalah H. Hasanuddin Mas’ud, Ketua DPRD Provinsi Kalimantan Timur. H. Hasanuddin Mas’ud juga diketahui sebagai abang kandung dari Gubernur Provinsi Kalimantan Timur, Rudy Mas’ud. (***)