JAKARTA – 100 hari kerja Kejaksaan Agung (Kejagung) diapresiasi publik karena dinilai jadi harapan dalam penegakan hukum khususnya dalam pemberantasan korupsi.
Di bidang pidana khusus (Pidsus), jaksa telah menyidik 420 kasus dugaan korupsi. Kasus terbaru yang ditangani adalah terkait Duta Palma Grup dan suap vonis bebas yang melibatkan Gregorius Ronald Tannur.
Selain itu, Kejagung juga menangani 403 perkara yang masih dalam tahap penyelidikan, 667 perkara dalam tahap penuntutan, dan 12 perkara yang sedang dalam proses peninjauan kembali (PK).
Beberapa kasus besar yang menonjol adalah kasus dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang melibatkan Duta Palma Grup. Dalam penyidikan ini, Kejagung menyita sejumlah barang bukti yang sangat signifikan, antara lain uang senilai Rp6,3 triliun dan mata uang asing.
Selain uang, sejumlah aset juga disita, termasuk lahan kebun seluas 182.791,901 hektare, 31 unit Kapal Tug dan Tongkang, serta satu unit helikopter jenis Bell.
Kasus lainnya yang mencuat adalah dugaan suap yang melibatkan vonis bebas Gregorius Ronald Tannur, dengan keterlibatan tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya. Dalam kasus ini, penyidik menyita uang tunai sejumlah Rp82,1 miliar, dan emas seberat 51.006 gram. Jika ditotal mencapai Rp7 triliun
Dari hasil penanganan kasus-kasus korupsi ini, Kejagung berhasil menyumbang penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang mencapai Rp199 miliar.
“Dibawah Kepemimpinan Jaksa Agung ST Burhanuddin, utamanya dalam mendukung Program Prioritas Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, khususnya dalam pemberantasan korupsi selama 100 hari Kabinet Merah Putih periode 20 Oktober 2024 sampai 20 Januari 2025,” kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar, Jumat (24/1).
Torehan prestasi itu diapresiasi Peneliti Pusat Riset Hukum BRIN Ismail Ramadhan.
“Pertama tentu kita apresiasi kinerja Kejaksaan Agung terkait dengan beberapa kasus yang ditangani dalm masa kerja 100 hari pemerintahan Prabowo,” kata Ismail kepada media, Selasa (27/1).
Namun demikian, mantan Dekan FH Unas mengingat agar Kejagung tak jumawa. Menurutnya 100 hari kinerja Kejagung tidak bisa dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan dalam proses penegakan hukum, sebab masih banyak kasus-kasus besar lain yang butuh perhatian serius untuk ditangani dengan cepat.
“Terutama dalam mengembalikan kepercayaan publik terhadap kondisi penegakan hukum yang terpuruk selama masa pemerintahan sebelumnya,” kata Ismail.
Akademi Unas ini berharap kerja Kejaksaan Agung lebih responsif untuk mengembalikan kepercayaan publik dengan cepat dan tanggap merespon berbagai kasus pidana, terutama dalam kasus korupsi.
“Jika kerja Kejagung konsisten dan terus ditingkatkan, maka Kejaksaan Agung sudah bisa didorong mengambil alih fungsi KPK dalam penegakan hukum korupsi saat ini,” tandas Ismail. (***)