Cara Menghasilkan Uang di Era Digital: Peluang Kreatif, AI, hingga Investasi Online

Alin Naufalina
Menghasilkan Uang di Era Digital
Menghasilkan Uang di Era Digital (Istimewa).

Jakarta – Di tengah laju percepatan transformasi digital, cara masyarakat menghasilkan uang pun ikut berevolusi. Tidak lagi terbatas pada pekerjaan formal atau metode konvensional, kini setiap individu memiliki peluang yang sama besar untuk membangun sumber penghasilan dari ranah digital. Fenomena ini menjadikan ruang maya sebagai ladang baru bagi mereka yang siap belajar, beradaptasi, dan berinovasi.

Salah satu fenomena yang paling menonjol adalah munculnya jutaan konten kreator di berbagai platform media sosial. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, menyebut bahwa terdapat sekitar 17 juta konten kreator di Indonesia pada 2024. Dari jumlah itu, sebanyak 8 juta orang menjadikannya sebagai profesi utama. Lebih menarik lagi, “63 persen dari konten kreator profesional ini penghasilannya di atas UMR,” ujarnya dalam sebuah pernyataan resmi di acara Creative Economy Outlook 2024, Jakarta, awal tahun ini.

Peluang di Balik Layar: Affiliate, Freelancer, dan Live Streaming

Namun, tidak semua orang merasa nyaman tampil di depan kamera. Bagi mereka yang lebih memilih bekerja di balik layar, peluang seperti affiliate marketing menawarkan solusi. Dalam skema ini, seseorang mempromosikan produk atau layanan orang lain dan mendapatkan komisi dari setiap penjualan yang terjadi melalui tautan afiliasinya. Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, mengatakan bahwa program afiliasi merupakan bagian dari ekosistem ekonomi digital yang berkembang cepat di Indonesia dan semakin diminati oleh generasi muda.

Selain itu, platform seperti Upwork dan Fiverr menjadi ladang penghasilan baru bagi para pekerja lepas dengan keahlian spesifik. Desainer grafis, penulis konten, hingga pengembang perangkat lunak kini bisa menjual jasanya secara global. Potensi ini melahirkan ekosistem kerja baru yang mendobrak batasan geografis dan birokrasi.

Transformasi digital juga turut melahirkan tren baru dalam bentuk live streaming dan live shopping. Salah satu contoh nyata adalah lonjakan popularitas program live e-commerce, yang menurut Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA), Bima Laga, telah tumbuh pesat karena adanya perubahan perilaku konsumen yang kini mencari pengalaman berbelanja yang lebih interaktif dan real-time.

Kecerdasan Buatan dan Aset Digital: Jalan Masa Depan

Lebih dalam lagi, era kecerdasan buatan (AI) membuka gerbang inovasi dan penghasilan digital yang lebih kompleks. Deputi Bidang Ekonomi Digital dan Produk Kreatif Kemenparekraf, Mohammad Neil El Himam, menyebut bahwa pemanfaatan AI di sektor kreatif terus meningkat, baik untuk pengembangan konten, aplikasi, hingga permainan digital. “Kami mendorong talenta muda untuk tidak hanya menjadi pengguna, tetapi juga pengembang teknologi berbasis AI,” ujar Neil dalam Forum Ekonomi Digital 2024.

Nilai pasar AI di Indonesia sendiri diperkirakan melampaui US$2 miliar pada 2025. Penggunaan AI dalam pembuatan konten, chatbot, pengelolaan data, hingga game online kian menjanjikan bagi pelaku industri maupun perorangan yang ingin masuk ke pasar digital berbasis teknologi.

Tak dapat dipisahkan dari pembahasan digital saat ini, aset kripto dan NFT juga menarik perhatian banyak kalangan. Data dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) menunjukkan bahwa hingga akhir 2024, jumlah investor kripto di Indonesia mencapai 22,9 juta akun dengan total transaksi senilai Rp650,6 triliun. Sementara itu, dalam laporan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Indonesia menempati posisi ke-8 pengguna NFT terbanyak di dunia, dengan 1,25 juta pengguna aktif.

Metode Tradisional yang Ditingkatkan dengan Digitalisasi

Meski dunia digital menawarkan banyak hal baru, metode-metode konvensional yang ditingkatkan dengan teknologi juga tetap relevan. Penjualan produk melalui e-commerce seperti Tokopedia dan Shopee menjadi contoh utama. Nilai transaksi e-commerce nasional menembus angka Rp487 triliun pada 2024 menurut data Kementerian Perdagangan RI.

Selain itu, jasa konsultasi online juga menunjukkan tren meningkat. Konsultan di bidang hukum, pajak, dan bisnis kini semakin banyak memanfaatkan platform digital untuk menjangkau klien. Ketua Umum Perkumpulan Konsultan Praktisi Perpajakan Indonesia (PERKOPPI), Hardi Saputra, menekankan bahwa transformasi digital memungkinkan konsultan memperluas layanan tanpa batas wilayah, sekaligus menyesuaikan kebutuhan klien yang kini serba daring.

Peluang besar ini tentu harus diimbangi dengan persiapan matang. Pertama, riset pasar adalah langkah penting untuk memastikan produk atau jasa yang ditawarkan sesuai dengan kebutuhan konsumen. Kedua, manajemen keuangan yang cermat perlu dijalankan agar penghasilan dapat berkembang secara berkelanjutan. Terakhir, komitmen terhadap pembelajaran berkelanjutan menjadi kunci agar seseorang tidak tertinggal dari tren dan teknologi terbaru.

Era digital sejatinya memberi ruang yang demokratis untuk semua kalangan. Tidak perlu modal besar; yang dibutuhkan adalah kemauan belajar, keberanian mencoba, dan strategi yang tepat. Di ruang virtual yang dinamis ini, siapa pun bisa menciptakan peluangnya sendiri. Dan mungkin saja, dari sebuah kamar kecil dengan koneksi internet sederhana, lahir inovator digital yang mengubah masa depan.

(*)