JAKARTA – Kuasa hukum Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Maqdir Ismail, menyoroti sejumlah kelemahan dalam tanggapan jaksa penuntut umum (JPU) atas eksepsi (nota keberatan) yang diajukan tim pembela usai persidangan ketiga kasus korupsi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (27/3).
Maqdir menjelaskan tiga kejanggalan utama dalam konstruksi dakwaan JPU.
Pertama, Kesalahan Dakwaan Bersama Tanpa “Meeting of Minds”.
“JPU mendakwa Mas Hasto bersama terdakwa lain seolah-olah ada meeting of minds (kesepakatan, red) dan kontribusi bersama. Padahal, fakta tidak menunjukkan hal itu. Misalnya, mereka memakai analogi dua pencuri di tempat berbeda yang didakwa bersama. Ini tidak logis karena dakwaan bersama mensyaratkan adanya keterkaitan tindakan dan kontribusi masing-masing pihak, yang tidak dijelaskan JPU,” urai Maqdir.
Kedua, Kesalahan Penerapan Pasal Obstruction of Justice.
JPU menggunakan fakta yang terjadi pada tahap penyelidikan untuk menjerat kliennya dengan pasal obstruction of justice. Padahal, UU secara eksplisit menyatakan pasal itu hanya berlaku untuk tahap penyidikan.
“Ini kesalahan fatal yang seharusnya tidak diakomodir hakim,” paparnya.
Ketiga, Pengabaian Putusan Kasus Sebelumnya.
JPU berargumen bahwa hakim tidak wajib mengikuti putusan kasus terdahulu. Ini keliru. Jika ada kasus serupa yang sudah diputus dengan dakwaan dan fakta sama, hakim harus mempertimbangkannya.
“Dalam kasus ini, JPU justru mengabaikan putusan yang sudah inkrah,” tambah Maqdir.
Soal bukti yang diserahkan tim hukum, Maqdir menjelaskan pihaknya menyerahkan bukti-bukti yang menguatkan kebenaran fakta dalam eksepsi.
“Ini penting agar majelis hakim bisa menilai secara objektif, terutama setelah JPU membantah sejumlah poin kami tanpa dasar kuat,” kata Maqdir.
Ia menegaskan, dokumen tersebut fokus pada tiga kelemahan utama dakwaan, termasuk analisis hukum terkait obstruction of justice dan perbandingan dengan putusan kasus sejenis.
Maqdir berharap hakim tidak mengabaikan kejanggalan ini dalam putusan sela.
“Jika poin-poin ini belum diakomodir di putusan sela, kami yakin hakim akan mempertimbangkannya pada putusan akhir. Keadilan harus ditegakkan berdasarkan fakta dan hukum, bukan tekanan politik,” tegasnya. (***)