JAKARTA – Lagi, nama Jaksa Agung Muda Pembincaan Kejagung Bambang Sugeng Rukmono (BSR) disorot publik.
Pertama soal rotasi dan mutasi jaksa yang dinilai tidak berdasar merit system. Indikasi KKN sangat kuat. Pasalnya, rotasi berupa promosi itu dinilai hanya berlaku untuk jaksa-jaksa tertentu.
Dari beberapa nama jaksa yang dinilai mendapat promosi 3 kali kurang dari setahun di antaranya adalah Yuliana Sagala. Mutasi berupa promosi Jaksa Yuliana itu tertuang dalam Surat Keputusan Nomor 180 Tahun 2024 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan dari dan dalam Jabatan Struktural Pegawai Negeri Sipil Kejagung RI pada 9 Agustus 2024.
Ia sebelumnya dilantik sebagai Asisten Pembinaan pada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pada 2 November 2023. Kemudian, Jaksa Yuliana kembali promosi sebagai Koordinator pada Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) pada 29 Mei 2024. Selanjutnya pada 9 Agustus 2024 ia kembali mendapatkan mutasi berupa promosi sebagai Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Banten.
Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai ada yang janggal dalam promosi tersebut. Pasalnya, penilaian terhadap jaksa yang merupakan aparatur sipil negara (ASN) baru bisa dilakukan setelah bekerja sekurang-kurangnya setahun dalam jabatan tertentu.
Selain mengenai profesionalisme, integritas dan prestasi kinerja, lanjut Trubus, penilaian bisa diukur dari tingkat kedisiplinan, kerja sama kolegial dan kecepatan dalam menyelesaikan masalah. Jika mutasi berupa promosi tidak menggunakan sistem meritoktasi, maka wajar saja publik mencurigai ada unsur KKN dalam mutasi tersebut.
Peraturan Jaksa Agung RI Nomor:Per-006/A/JA/07/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia, pembinaan karier hingga peningkatan kualitas sumber daya manusia di Kejaksaan RI berada di bawah wewenang Jaksa Agung Muda Pembinaan (Jambin) Kejaksaan Agung (Kejagung). Karena itu, rotasi berupa promosi baru-baru ini pun dinilai tidak terlepas dari wewenang Jambin yang kini dijabat oleh Bambang Sugeng Rukmono.
Bambang Sugeng Rukmono menjabat posisi Jambin sejak November 2019. Bisa dibilang BSR menduduki jabatan itu cukup lama karena pada umumnya jabatan eselon I di lingkungan Kejaksaan RI selalu dirotasi.
Di samping itu, berdasarkan situs resmi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) BSR diketahui baru 3 kali menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Terakhir BSR melaporkan LHKPN-nya pada 2023 dengan total harta kekayaan mencapai Rp9.449.679.803 (sekitar Rp9,4 miliar).
Di dalam LHKPN yang dilaporkan ke KPK, Jambin BSR memiliki tanah dan bangunan sebesar Rp4.159.000.000 (Rp4,1 miliar lebih) yang lokasi tanah berada di Kebumen, Kota Bekasi, dan Kota Bogor. Selain tanah dan bangunan, Jambin Kejagung BSR memiliki alat transportasi dan mesin atau kendaraan roda empat dan roda dua sebesar dengan total sebesar Rp1.580.000.000 (Rp1,5 miliar).
Sejumlah kendaraan itu yang terdiri dari motor Royal Enfield Tahun 2018, motor Piaggio Vespa LX 150 IE Tahun 2012, mobil Toyota Hardtop Deisel BJ 40 Tahun 1984, Mercedes Benz 300 CE AT Tahun 1990 sebesar Rp 95.000.000, Mobil Mercedes Benz JIP G 300 Tahun 1995, sebesar Rp 365.000.000, Mercedes Benz C 230 AT Tahun 1998, dengan harga Rp 100.000.000, Mobil Toyota Kijang Innova 2.4 Tahun 2016 sebesar Rp. 244.000.000, mobil Toyota Land Cruiser Tahun 2000, dengan harga Rp 145.000.000, mobil Honda Accord Tahun 2014 Rp 190.000.000, mobil Honda Oddyseeey 2.4 Tahun 2005 sebesar Rp 75.000.000, Mobil Mitsubishi Pajero Sport Tahun 2012 dengan harga Rp 130.000.000, Mercedes Benz 300 TE Tahun 1990 sebesar Rp 95.000.000.
Tak hanya kendaraan mobil mewah dan motor, Jambin BSR memiliki harta bergerak lainnya sebesar Rp 541.000.000, kemudian Kas dan Setara Kas sebesar Rp3.169.679.803. Dengan demikian, total harta kekayaan Jambin Kejagung BSR sebesar Rp9.449.679.803 (Rp9,4 miliar lebih).
Bahkan, selama Jambin Kejagung BSR menjadi pejabat Kejaksaan RI, baru tiga kali menyampaikan laporan LHKPN ke KPK, dari 2021, 2022 dan 2023. Sementara pada 2020, 2019, 2018, BSR tidak melaporkan LHKPN ke KPK.
(***)