JAKARTA – Perang Iran vs Israel memanas. Parlemen Republik Islam Iran akhirnya menyetujui usulan penutupan Selat Hormuz bagi seluruh kegiatan pelayaran menyusul serangan Amerika Serikat terhadap fasilitas nuklir Iran.
“Parlemen telah mencapai kesimpulan bahwa Selat Hormuz harus ditutup,” kata anggota Komisi Keamanan Nasional di Parlemen Iran, Mayor Jenderal Esmaeli Kowsari, sebagaimana disiarkan televisi Iran Press TV, Minggu (23/5/2925).
Selat Hormuz merupakan salah satu jalur laut yang paling penting bagi lalu lintas pasokan minyak dunia.
Pukulan Telak terhadap Ekonomi Indonesia
Menurut Pakar Ekonomi dari UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, peranh antara AS, Israel, dan Iran akan mengakibatkan lebih dari sekadar korban jiwa dan reruntuhan. Dampak paling langsung adalah melonjaknya harga minyak dunia.
“Iran adalah produsen minyak terbesar keempat OPEC dan penjaga jalur kritis Selat Hormuz. Sekitar 20 persen suplai minyak global melewati selat ini. Satu ledakan saja, satu rudal nyasar, cukup untuk memicu disrupsi yang menelan triliunan dolar kerugian global,” kata Achmad dalam keterangannya di Jakarta, Senin (23/6/2025).
Ia menyebutkan sejak kabar serangan udara dikonfirmasi, pasar berjangka minyak mentah melonjak tajam. Dalam waktu singkat, harga minyak menyentuh 80 USD per barel dari sebelumnya menyentuh 78 USD per barel. Diprediksi dalam satu minggu ke depan bila ketegangan berlanjut bisa mencapai 110 USD per barel
“Bahkan, jika Iran memblokir Selat Hormuz, harga bisa menembus 150–170 USD per barel,” ujarnya.
Achmad mencermati efek domino dari ini sangat luas, yaitu inflasi global, biaya logistik yang membengkak, tekanan fiskal bagi negara berkembang, dan tentu saja, ancaman resesi.
Dia mengingatkan, negara-negara pengimpor energi seperti Indonesia akan sangat terpukul. Pemerintah akan dihadapkan pada pilihan sulit, yaitu menaikkan harga BBM atau menambah subsidi yang akan memperlebar defisit anggaran.
Keduanya, kata Achmad, berdampak buruk terhadap pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat.
“Ini adalah pukulan telak bagi pemulihan ekonomi pasca pandemi dan krisis pangan global,” ujarnya.
(***)