Praktisi Hukum Kritisi Penetapan Tersangka Direktur Pemberitaan Jak TV dalam Kasus Perintangan Penyidikan

Fajarpos.com
Tian Bahtiar (TB) selaku Direktur Pemberitaan Jak TV

JAKARTA – Penetapan tersangka dan penahanan terhadap Direktur Pemberitaan Jak TV berinisial TB (Tian Bahtiar) oleh kejaksaan menimbulkan kekhawatiran. Tidak hanya bagi wartawan, namun juga advokat sebagai pihak yang membela kepentingan hukum kliennya.

Dari pemberitaan dikatakan TB menjadi tersangka dugaan perintangan penyidikan kasus timah dan impor gula. Dinyatakan bahwa TB diduga berperan membuat berita yang menyudutkan kejaksaan terkait penyidikan kasus timah dan impor gula, berdasarkan order, yang diduga dari dua advokat, MS dan JS. Dimana konten berita yang dibuat TB itu lalu diunggah dalam pemberitaan di Jak TV, sosial media hingga media online.

Menanggapi berita TB tersebut, menimbulkan kekhawatiran bagi  advokat dalam mewartakan pembelaan terhadap kliennya di media.

“Apakah bila kami mengundang wartawan kemudian mengeluarkan pers rilis tentang pembelaan kasus klien kami, dapat dikenakan pasal perintangan penyidikan? Padahal yang kami suarakan itu benar-benar pembelaan atas kasus yang dialami klien kami dan tidak menyudutkan pihak tertentu?” kata Eko Nugroho selaku praktisi hukum.

Dijelaskannya, praktisi hukum menyuarakan pembelaan terhadap kliennya di media bertujuan untuk menjelaskan posisi atau kedudukan hukum kliennya dalam kasus yang dituduhkan, kepada khalayak ramai. Tidak ada maksud menggiring opini apalagi menyudutkan pihak penegak hukum.

“Selama belum ada putusan pengadilan yang menyatakan klien itu bersalah, maka statusnya masih “diduga” atau “disangka”, dan berhak melakukan pembelaan diri,” kata Eko.

“Selama belum divonis hakim, dalam diri seseorang tersebut melekat asas praduga tidak bersalah atau  presumption of innocence,” tambahnya.

Asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence) itu adalah prinsip hukum yang menyatakan, bahwa setiap orang dianggap tidak bersalah sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan memperoleh kekuatan hukum yang tetap.

Prinsip ini menjamin bahwa setiap individu memiliki hak untuk diperlakukan sebagai tidak bersalah hingga ada bukti kuat yang menunjukkan sebaliknya. Karena posisinya masih dinyatakan tidak bersalah, maka praktisi hukum sebagai kuasa hukum kliennya, berhak melakukan pembelaan, termasuk menyuarakan pembelaannya di media.

“Untuk jalan keluarnya, perlu diatur secara jelas, dalam pasal perintangan penyidikan tersebut, apakah bila seorang praktisi hukum itu melakukan konpers atau membuat statemen tentang pembelaan kliennya di media, apakah diperbolehkan atau dilarang?” ujar Eko.

Sebagai mantan wartawan, Eko juga menangkap kekhawatiran dalam diri jurnalis yang melakukan pemberitaan kasus hukum.

“Ada beberapa kawan, yang khawatir apakah mereka dilindungi hukum, bila memberitakan kasus hukum di medianya?” tukas Eko lagi.

Terhadap hal tersebut, Eko menyarankan agar organisasi advokat, organisasi wartawan, dan penegak hukum untuk duduk bersama, untuk membahas langkah terbaik terkait pemberitaan kasus hukum di media. (***)

Exit mobile version