Fajarpos.com, Jakarta – Diharapkan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan mengambil langkah-langkah untuk mengatasi potensi penyalahgunaan kewenangan dalam penggunaan intelijen untuk mengawasi partai politik, terkait pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mencakup informasi intelijen mengenai urusan internal dan agenda partai politik.
Menurut Muhamad Haripin, seorang peneliti dan koordinator dalam klaster Konflik, Pertahanan, dan Keamanan di Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRP BRIN), DPR memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap lembaga intelijen berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Intelijen Negara, Undang-Undang Hak Asasi Manusia (HAM), serta Undang-Undang Pemilu.
“Kenapa DPR? Karena DPR adalah sebagai aktor pengawas intelijen yang sah berdasarkan UU Intelijen Negara, berdasarkan peraturan DPR tahun 2014, Komisi I DPR dan Tim Pengawas Intelijen,” kata Haripin dalam Webinar Bahaya Penyalahgunaan Intelijen dalam Penyelenggaraan Pemilu 2024, dikutip dari kanal YouTube BRIN, Kamis (21/9/2023).
Menurut Haripin, Tim Pengawas Intelijen yang terdiri dari anggota fraksi yang berada di Komisi I DPR memiliki tanggung jawab untuk mengawasi aktivitas lembaga intelijen, sebuah tugas yang disebut sebagai “oversight.”
Dalam konteks undang-undang dan peraturan yang berlaku, Haripin berpendapat bahwa Komisi I DPR dan Tim Pengawas seharusnya melakukan langkah-langkah untuk menyelidiki dugaan penyalahgunaan intelijen dan penggunaan hak akses mereka terhadap informasi rahasia demi kepentingan politik.
Selain itu, Haripin juga mengusulkan agar DPR membentuk panitia khusus yang terdiri dari anggota gabungan dari Komisi I dan Komisi III. Hal ini disebabkan oleh pengakuan Presiden Jokowi yang menyatakan bahwa ia menerima informasi intelijen tidak hanya dari Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, tetapi juga dari Badan Intelijen Keamanan (Baintelkam) Polri.
Sedangkan mitra Polri di DPR adalah Komisi III yang menaungi urusan hukum.
“Dan mungkin ketika ada pansus ini proses investigasi akan lebih komprehensif dan fokus dari investigasi adalah lebih pada arahan dan justifikasi dari presiden itu sendiri, tentang apa urgensinya operasi pengumpulan dan analisis informasi soal partai politik,” ucap Haripin.
Selain itu, Haripin menilai sebenarnya DPR juga bisa memeriksa secara rinci laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas audit keuangan badan intelijen.
Selain itu, DPR dinilai juga bisa meminta pandangan ombudsman terkait dugaan pelanggaran administrasi, atau menggandeng Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) buat menyelidiki dugaan pelanggaran hak sipil dan politik terkait data intelijen milik Jokowi tentang parpol.
Buat memperdalam kajian, Haripin berharap DPR mengundang ahli atau kelompok masyarakat lain untuk menyerap aspirasi terkait dengan penggunaan intelijen untuk mengumpulkan informasi soal aktivitas partai politik.
Selain itu, dia berharap DPR membuka hasil investigasi itu kepada masyarakat.
“Bahwa kita sebagai masyarakat penting untuk mendapatkan jaminan bahwa penyalahgunaan intelijen semacam itu, yang mengumpulkan informasi soal partai itu tidak terulang. Pertama. Kedua, bahwa pemilu tahun depan akan berjalan secara jujur dan adil,” papar Haripin.
Sebelumnya telah dilaporkan bahwa Presiden Jokowi mengungkapkan bahwa ia memiliki pemahaman mengenai arah agenda politik yang akan dijalankan oleh setiap partai politik menjelang Pemilu dan Pilpres 2024.
Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Jokowi ketika ia membuka Rapat Kerja Nasional Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi di Hotel Salak, Bogor, pada Sabtu (16/9/2023) pekan lalu.