Simak Analisis Polemik Hadirnya Keberadaan Smelter Nikel Pada Lingkungan Strategis!

Fajarpos.com Fajarpos.com
Keberedaan Smelter Nikel Pada Lingkungan Strategis

Fajarpos.com, Tangsel – Persoalan kehadiran smelter nikel dari negara China kian terang benderang. kian banyak pihak yang mengetahui persoalan ini bersedia bersuara.

Proses perumusan kebijakan akan lebih baik lewat saling koreksi demi sebesar-besar kemakmuran rakyat dan berkeadilan sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945 dan Pancasila. 

Konteks Suprastruktur

Kehadiran smelter nikel bukanlah suatu hal yang terisolasi. Oleh karena itu, analisis terhadapnya tidak dapat hanya dilakukan secara teknis ekonomi atau teknis bisnis saja.

Isu ini tidak hanya terbatas pada skala nasional, tetapi juga berkaitan dengan dinamika geopolitik dan geoekonomi global.

Isunya tidak lagi hanya bersifat nasional, tetapi sudah merambat menjadi isu global yang melibatkan berbagai negara dan lembaga internasional. Pendekatan ekonomi politik tampaknya lebih relevan dalam mengurai keberadaan smelter nikel di Indonesia.

Prinsip kepentingan nasional menjadi pegangan utama. Sebagai negara berdaulat, kita menolak campur tangan dari pihak luar. Namun, kita juga menentang penggunaan nasionalisme sebagai alasan untuk menyembunyikan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu (vested interest) di baliknya.

Kinerja Ekonomi

Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, terjadi perkembangan pembangunan yang luar biasa dengan semangat dan energi yang menggebu-gebu.

Investasi menjadi salah satu prioritas utama dalam upaya ini. Kebijakan utama dalam bidang hilirisasi telah mengakibatkan istilah industrialisasi menjadi kurang menonjol. Meskipun makna hilirisasi dan industrialisasi hampir serupa.

Perbedaannya terletak pada fokus hilirisasi yang lebih menitikberatkan pada peningkatan nilai tambah dari pengolahan sumber daya alam, bukan sekadar eksploitasi atau ekspor.

Sementara industrialisasi memiliki cakupan yang lebih luas, melibatkan pengembangan struktur industri yang kuat, berkelanjutan, dan kompetitif, serta membangun budaya industri yang tidak hanya terbatas pada pembangunan pabrik semata.

Tujuan industrialisasi adalah untuk meningkatkan pekerja formal, menciptakan kelas menengah yang berkualitas, mempercepat transformasi ekonomi, dan mengurangi disparitas dalam berbagai aspek.

Keberhasilan industrialisasilah yang merupakan salah satu prasyarat penting agar suatu negara terhindar dari middle income trap dan mampu menggapai status negara maju, bukan sekedar negara berpendapatan tinggi.

Data resmi menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia selama 10 tahun terakhir justru mengalami perlambatan, tak beranjak dari kisaran lima persen –jauh dari target 7 persen pada pemerintahan Jokowi periode pertama dan 6 persen pada periode kedua.

Meskipun segala upaya telah dijalankan, terjadi perlambatan dalam laju pertumbuhan ekonomi yang sejalan dengan penurunan laju pertumbuhan investasi atau pembentukan modal tetap bruto.

Berdasarkan upaya yang dilakukan, tampaknya tidak ada usaha yang terlewatkan. Pemerintah telah menunjukkan komitmen serius dalam mengatasi permasalahan ini, mulai dari adanya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang juga menjabat sebagai Menteri Investasi, hingga pembentukan Satgas Percepatan Investasi.

Selain itu, Omnibus Law juga telah dihadirkan, sebuah undang-undang yang memiliki cakupan luas dan bertujuan untuk menghilangkan berbagai hambatan dalam investasi.

Tidak hanya itu, berbagai insentif dan fasilitas istimewa juga telah diberikan untuk menarik investasi. Bahkan, Presiden sendiri mengambil waktu untuk mengunjungi kantor para pengusaha besar di tingkat global.

Namun, meskipun semua upaya tersebut dilakukan, terjadi perlambatan dalam pertumbuhan ekonomi yang beriringan dengan penurunan investasi.

Bukannya meroket, justru pertumbuhan investasi semakin melambat. Pada semester pertama tahun ini investasi (pembentukan modal tetap bruto) hanya tumbuh 3,3 persen.

Sekalipun porsi investasi dalam PDB turun, namun masih tergolong relatif tinggi dibandingkan dengan negara-negara tetangga.

Dengan porsi investasi dalam PDB yang sudah turun di sekitar 28 persen dewasa ini, pertumbuhan ekonomi sejatinya bisa lebih tinggi asalkan pemerintah berhasil menekan ICOR (incremental capital output ratio) yang melonjak tajam selama pemerintahan Jokowi.

ICOR yang tinggi mencerminkan investasi tidak efisien akibat praktik mark-up dan korupsi, penunjukan langsung dalam pembangunan proyek-proyek pemerintah, perencanaan yang lemah, serta buruknya manajemen proyek.

indikasi korupsi semakin marak terlihat dari indeks persepsi korupsi (IPK) yang memburuk. Skor IPK pada 2022 turun tajam dari 38 pada 2021 menjadi 34 pada 2022, sehingga mundur kembali ke pencapaian delapan tahun sebelumnya (2014).

Pemerintah telah mengambil langkah besar dalam mendorong hilirisasi dengan mendirikan berbagai kawasan industri dan kawasan ekonomi khusus. Namun, fakta menunjukkan bahwa upaya industrialisasi masih mengalami penurunan. Pertumbuhan sektor industri manufaktur cenderung lebih lambat dibandingkan pertumbuhan PDB sejak tahun 2005, dengan pengecualian pada tahun 2011.

Akibatnya, andil sektor industri manufaktur dalam PDB semakin menurun dan mencapai titik terendah pada tahun 2022, hanya sekitar 18,3 persen. Permasalahan ini tampak jelas dan persisten di Indonesia.

Dalam lingkungan strategis yang penuh tantangan ini, pelaku bisnis menghadapi berbagai kendala, termasuk isu kontroversial mengenai keberadaan smelter nikel. Semua ini diperparah oleh kemerosotan dalam demokrasi, yang tercermin dalam peringkat rendah Indonesia dalam indeks demokrasi seperti Democracy Index dan V-Dem Report dalam dua tahun terakhir.

Oleh karena itu, polemik mengenai smelter nikel dan kebijakan-kebijakan kontroversial yang terkait dengannya bukan sekedar masalah bisnis atau ekonomi semata, tetapi juga tercermin dalam dinamika sosial dan politik yang lebih luas.

TAGGED: