CBA Sebut Bambang Patijaya Diduga Pelindung Bisnis Tambang Bermasalah

Fajarpos.com
Tambang bermasalah

JAKARTA – Direktur Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi menyoroti praktik bisnis tambang yang berpotensi merugikan negara ratusan miliar.

Itu terkait polemik pengiriman material tambang dari PT Putraprima Mineral Mandiri (PPMM) di Bangka menuju PT Irvan Prima Pratama (IPP) di Kalimantan Tengah.

Uchok menegaskan praktik seperti ini, harus segera ditelusuri oleh aparat penegak hukum dan otoritas fiskal. Alur distribusi tambang sarat akan kepentingan segelintir elite yang bermain di belakang layar.

Bahkan, Uchok menyebut adanya indikasi keterlibatan oknum anggota DPR RI, yang diduga kuat menjadi pelindung dari praktik tambang bermasalah tersebut.

“Kami melihat ada sinyal kuat bahwa oknum anggota dewan, khususnya dari dapil daerah tambang, diduga turut serta melindungi rantai distribusi tambang ini. Anehnya, tidak pernah terdengar kritik tajam dari parlemen terkait skema seperti ini, padahal jelas berpotensi menggerus pendapatan negara,” kata Uchok, dikutip Senin (21/4/2025).

Salah satu nama yang disinggung langsung oleh CBA adalah Bambang Patijaya, anggota DPR RI asal Bangka Belitung yang kini menjabat sebagai Ketua Komisi XII.

Uchok menilai, sebagai wakil rakyat dari dapil pertambangan, Bambang seharusnya tampil sebagai pengawas utama terhadap praktik tambang ilegal atau bermasalah.

“Jika seorang anggota DPR dari dapil tambang justru memilih bungkam, wajar jika publik menduga ada konflik kepentingan apakah karena ada relasi bisnis, kedekatan personal, atau bahkan keterlibatan tidak langsung? Ini yang perlu diungkap ke publik secara transparan,” ujarnya.

CBA mendesak Kementerian ESDM, Direktorat Jenderal Pajak, serta Bea dan Cukai untuk segera mengaudit menyeluruh aktivitas bisnis antara PPMM dan IPP, termasuk menyisir RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya), dokumen transaksi, dan potensi manipulasi harga jual melalui skema transfer pricing antar perusahaan dalam satu grup.

Menurut Uchok, skema seperti ini bisa menyebabkan negara kehilangan jutaaan dolar dari potensi penerimaan PPN, PPh, hingga bea keluar ekspor.

CBA juga menyoroti soal transparansi perizinan tambang, khususnya terkait pelaporan RKAB. Uchok mempertanyakan bagaimana material ribuan ton bisa dikirim hanya selang sebulan setelah RKAB disahkan.

Menurutnya, perlu ditelusuri apakah volume tersebut benar-benar berasal dari hasil produksi legal sesuai izin, atau ada indikasi pelanggaran tata kelola tambang.

“Kalau ini dibiarkan dan dilindungi, akan lahir praktik predatorik di sektor tambang. Negara dirampok secara sistematis lewat celah regulasi dan kelengahan politik,” ujarnya.

Ia mengingatkan bahwa jika dugaan keterlibatan oknum politisi terbukti, hal ini akan menjadi preseden buruk bagi tata kelola sumber daya alam Indonesia.

“Jangan cuma jadi anggota dewan yang menikmati fasilitas negara, tapi diam soal urusan tambang di daerah sendiri. Kalau begini terus, rakyat daerah cuma jadi penonton,” pungkas Uchok.

CBA menegaskan, akan terus memantau perkembangan kasus ini sebagai bagian dari pengawasan potensi kebocoran anggaran negara di sektor pertambangan.

Hingga kini, pihak perusahaan maupun otoritas terkait belum memberikan pernyataan resmi atas dugaan ini. (***)

Exit mobile version