JAKARTA – Sekretaris Jenderal (Sekjen) MataHukum Mukhsin Nasir menyoroti putusan banding kasus korupsi tata kelola timah. Sebab putusan tersebut dinilai kegagalan Kejagung mengusut kasus timah.
Dalam putusan banding yang memberatkan hukuman Hervey Moeis dkk, majelis hakim Pengadilan Tinggi Jakarta menyarankan agar angka kerugian ekologi ekonomi dan pemulihannya diusut melalui pengadilan khusus lingkungan alias perdata.
Majelis banding dalam pertimbangannya menyoroti poin nomor 4 yang total kerugian perekonomian negaranya mencapai Rp 271 triliun.
Hakim tingkat banding menyarankan agar para terdakwa, termasuk Harvey Moeis, dituntut secara perdata atau pidana melalui pengadilan khusus masalah lingkungan.
“Menimbang bahwa kerugian keuangan negara dari tiap-tiap akibat adanya kerusakan limbah, ekonomi limbah dan biaya pemulihan limbah tersebut, majelis hakim berpendapat bahwa kerugian tersebut nyata sebagaimana pendapat ahli Bambang Hero yang harus dimintakan pertanggungjawaban dan yang harus dimintakan pertanggungjawaban atas itu semua,” kata hakim.
“Namun itu tidak dituntut tidak bersama-sama dalam perkara tindak pidana korupsi, melainkan harus dituntut melalui pengadilan lingkungan baik dituntut secara perdata secara pidana ataupun kedua-duanya. Menimbang bahwa oleh karena itu pembayaran kerugian ekologi ekonomi dan pemulihannya hendaknya disidik dan dituntut oleh pengadilan khusus lingkungan tidak bisa digabungkan dengan perkara tindak pidana korupsi a quo,” sambung hakim.
Pertimbangan hakim tersebut ditangggapi lembaga pegiat antikorupsi MataHukum yang sejak awal telah menilai jaksa gagal mengonsruksi kasus timah tersebut.
“Tuh, akhirnya Kejagung diajarin hakim kejar Rp300 triliun yang dipakai sebagai kerugian keuangan negara lewat perdata bukan pidana. Bukti cerita dakwaan jaksa itu lemah,” kata Mukhsin Nasir kepada media, Sabtu (15/2).
“Artinya hakim menilai lebih tepat kalau kasus timah ini jaksa awalnya masuk keperdataan, bukan mengejar pidana tipikor,” tambahnya.
Kecuali, lanjut Mukhsin, jaksa bisa mengembalikan kerugian perekonomian negara Rp300 triliun itu dari terdakwa.
“Tapi kan mustahil jaksa bisa sita 300 T itu dari para terdakwa karena tidak mungkin senilai itu yang mereka dapatkan dari keuntungan melakukan tambang illegal,” tandas Mukhsin Nasir. (***)