JAKARTA – Pemilihan pimpinan DPD RI periode 2024-2029 diduga terindikasi politik uang. Bahkan dugaan politik uang pemilihan pimpinan DPD RI tersebut sepaket dengan pemilihan Wakil Ketua MPR dari DPD RI yang dimenangkan Abcandra Akbar Supratman.
Dugaan korupsi anggota hingga pimpinan DPD RI mencuat usai salah satu mantan staf anggota DPD RI Sulawesi Tengah melaporkan kasus tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada Kamis, 06 Desember 2024 lalu.
Mantan staf ahli anggota DPD RI dapil Sulawesi Tengah (Sulteng), Muhamad Fithrat Ilham, melaporkan korupsi ke KPK dengan terlapor anggota DPD RI Sulteng berinisial RAA.
Fithrat Ilham menyampaikan laporan pengaduan masyarakat itu disertai sejumlah bukti di antaranya rekaman percakapan, foto tangkapan layar, bukti penukaran uang, dan bukti kuat lainnya.
”Laporan kronologi berikut sejumlah bukti itu sudah saya serahkan ke KPK pada hari Kamis lalu, 6 Desember 2024,” ungkap Fithrat Ilham.
Fithrat mengaku mengetahui dugaan bagi-bagi uang saat pemilihan pimpinan DPD RI. Saat itu, dia diminta mantan atasannya, RAA, untuk menukarkan uang dolar Amerika ke mata uang rupiah di salah satu bank. Uang yang dibagi-bagi itu disinyalir merupakan uang suap dari oknum pimpinan DPD RI berinisial SBN dan oknum pimpinan MPR RI berinisial AAS dalam proses pemilihan Ketua DPD RI dan MPR RI.
“Total uang yang saya tukarkan ke bank 13 ribu dolar Amerika atau kalau dirupiahkan 200 juta lebih. Semua bukti percakapan telepon dan lain-lain sudah saya serahkan ke KPK,” tambah Fithrat Ilham.
Laporan dugaan politik uang ke KPK kini jadi sorotan. Sebab kasus ini tiba-tiba mencuat.
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Hukum dan Konstitusi (LKSHK) Ubaidillah Karim yang mengamati laporan tersebut mengatakan, soal laporan dugaan politik uang pemilihan pimpinan DPD RI tak lepas dari seteru dua kubu yang bertarung. Yakni paket La Nyalla Mattalitti, Nono Sampono, Andi Muhammad Ihsan, dan Elviana dan Fadel Muhammad untuk MPR RI.
Lalu kubu satu lagi Sultan B Najamuddin, GKR Hemas, Yorrys dan Tamsil Linrung, serta Abcandra Akbar Supratman untuk MPR RI.
“Saya membaca laporan itu karena ada yang belum terima kekalahan, kubu yang kalah bisa dikatakan belum move on sehingga mencuat isu ini bernada fitnah ini,” kata Ubaidillah saat dihubungi, Kamis (12/12).
Dia mengatakan, harusnya pihak yang kalah legowo dengan kekalahannya. Tak perlu lagi bermanuver dan membuat gaduh republik ini apalagi menciptakan berita fitnah.
“Yang kalah baiknya legowo,” tandas Ubaidillah. (***)