Berkali-kali Diperiksa Kasus Korupsi Impor Gula,  Dayu Padmara Rengganis Belum Berstatus Tersangka

Fajarpos.com
Mantan Dirut PT PPI Dayu Padmara Rengganis. (Foto: MO)

JAKARTA – Tim penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali memeriksa Dayu Padmaran Rengganis (DPR), Direktur Utama PT PPI (Persero) tahun 2015-2016 sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi dalam kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan tahun 2015-2016.

Dayu Padmara Rengganis sempat diperiksa pada Selasa (18/2/2025) lalu. Lalu pada medio April 2024, dia juga dicecar penyidik dalam kasus yang sama.

“DPR (Dayu Padmara remgganis) selaku Direktur Utama PT PPI (Persero) tahun 2015-2016,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, Selasa (11/3).

Dua saksi lainnya adalah GNY selaku Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan tahun 2013 -2015 dan LM selaku Manager Accounting PT Andalan Funindo. 

Kata Harli, ketiga orang saksi tersebut diperiksa terkait dengan penyidikan perkara tersebut atas nama tersangka TWN dkk.

“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” papar Harli Siregar.

Sekadar tahu, sembilan boa perusahaan swasta ditetapkan sebagai tersangka baru dalam kasus korupsi ini.

“Berdasarkan hasil pemeriksaan dikaitkan dengan alat bukti yang telah kami peroleh selama penyidikan maka tim Jampidsus memiliki bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan sembilan tersangka,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Senin (20/1/2025).

9 tersangka itu adalah TWNG selaku Direktur Utama PT AP; WN selaku Presdir PT AF; AS selaku Direktur Utama PT SUC; IS selaku Direktur Utama PT MSI; TSEP selaku Direktur PT MP; HAT selaku Direktur PT BSI; ASB selaku Direktur Utama PT KTM; HFH selaku Direktur Utama PT BFM; dan ES selaku Direktur PT PDSU.

Menurut hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tanggal 20 Januari 2025, Qohar mengatakan negara mengalami kerugian sebesar Rp578 Miliar akibat kebijakan tersebut.

(***)