Aset Senilai Rp3,32 Triliun Lenyap, DPR Segera Panggil Dirut ID Food Sis Apik Wijayanto

Redaksi
Direktur Utama (Dirut) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ID Food, Sis Apik Wijayanto.

JAKARTA – DPR RI soroti aset milik ID Food senilai Rp3,32 triliun yang berpindah ke pihak lain. DPR segera panggil Direktur Utama (Dirut) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ID Food, Sis Apik Wijayanto.

“Saya akan merekomendasikan kepada pimpinan Komisi VI agar segera memanggil Dirut ID Food Sis Apik Wijayanto dan meminta penjelasan lengkap terkait persoalan aset tersebut,” kata  Anggota Komisi VI DPR RI, Firnando Ganinduto, Rabu (8/1).

Firnando mengatakan, aset-aset negara tersebut hingga kini dikuasai oleh pihak lain, sehingga memerlukan perhatian serius dari aparat penegak hukum.

“Ini masalah serius yang harus segera ditindak dan dilaporkan ke pihak berwenang,” katanya.

Firnando menegaskan bahwa kehilangan aset BUMN ID Food merupakan pelanggaran hukum besar, mengingat nilai aset mencapai Rp3,32 triliun.

“Temuan BPK ini sangat serius karena menyangkut aset negara. Kehilangan ini bisa berdampak pada hilangnya hak penggunaan aset tersebut,” pungkasnya.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan sebanyak 147 aset ID Food senilai Rp3,32 triliun hilang. Seperti terungkap dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan Atas Pengelolaan Dana Pinjaman Pemegang Saham, Aset tetap, dan Properti Investasi Tahun Buku 2021 sampai dengan Semester I 2023 pada PT RNI Persero dan Anak Perusahaan Serta Instansi Terkait Lainnya di DKI Jakarta, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali. 

BPK dalam laporannya menyebutkan, berdasarkan aplikasi Sistem Informasi Manajemen Aset (SIMA), sebanyak 349 aset PT RNI (Persero) dan Anak Perusahaan dikuasai oleh pihak ketiga. 

Aset tersebut terdiri dari 35 aset milik PT RNI (Persero), 221 aset milik PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), 40 aset milik PT Sang Hyang Seri (SHS), 28 aset milik PT Pabrik Gula Rajawali I, 7 aset milik PT Berdikari, 3 aset milik PT Garam, sembilan aset milik PT Perindo, dan 6 aset milik PT Perkebunan Mitra Ogan (PTP MO). 

Hasil pemeriksaan fisik secara uji petik dan konfirmasi kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) terhadap sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) milik PT RNI (Persero) dan Anak Perusahaan menunjukkan 147 aset senilai Rp3.317.187.550.565,00 dikuasai oleh pihak lain, dengan rincian: 

(1). 131 Aset Tanah dan Bangunan PT RNI (Persero) dan Anak Perusahaan senilai Rp2.817.327.444.565,00 dikuasai swasta dan perorangan. 

Aset tersebut yakni, 50 aset tanah dan bangunan PT RNI (Persero) dan Anak Perusahaan senilai Rp 420 miliar lebih dikuasai pihak lain dan berdasarkan konfirmasi kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) diketahui PT RNI (Persero) dan Anak Perusahaan masih tercatat sebagai pemegang hak terakhir. 

Kemudian 81 bidang tanah dan bangunan PT RNI (Persero) dan Anak Perusahaan senilai Rp 2,4 triliun dikuasai pihak lain dan berdasarkan hasil konfirmasi BPN, telah berubah status kepemilikan. 

Berikutnya, sebanyak 21 Aset Milik PT PG Rajawali I Senilai Rp 37,4 miliar berubah fungsi menjadi fasilitas umum. Lalu terdapat 151 aset tanah dan bangunan senilai Rp 968,6 milyar belum diketahui lokasinya dan bukti kepemilikan tidak ditemukan.

(2). Terdapat 6 aset tanah dan bangunan senilai Rp 29,9 miliar dikuasai instansi Pemerintah dan BUMN. 

(3). 10 rumah dinas milik PT PPI senilai Rp 470 miliar dikuasai eks karyawan. BPK menyebutkan, akibat persoalan tersebut, PT RNI (Persero) dan anak perusahaan berpotensi kehilangan hak penggunaan aset tanah dan bangunan senilai Rp 6,8 triliun lebih. 

PT RNI (Persero) dan anak perusahaan juga tidak dapat memanfaatkan tanah dan bangunan yang dikuasai pihak lain untuk optimalisasi pendapatan. Selain itu perusahaan mencatat aset tanah dan bangunan tanpa didukung bukti alas hak dan kejelasan titik lokasi aset. 

BPK merekomendasikan kepada Direksi PT RNI (Persero), dan direksi PT Berdikari, PT Garam, Perindo, PT PPI, PG Rajawali I, Rajawali II, dan Direktur Utama PT SHS agar menetapkan rencana pengurusan perpanjangan dan pembaruan SHGB yang terukur untuk dituangkan dalam rencana tahunan dan rencana jangka panjang perusahaan. 

BPK juga meminta Direksi PT RNI (Persero), dan anak perusahaan untuk menetapkan strategi dan prosedur penertiban atas aset tanah dan bangunan yang sudah dikuasai pihak lain, diantaranya melakukan upaya hukum dengan menyertakan instansi berwenang, melakukan dokumentasi, serta evaluasi atas pelaksanaan tahapan prosedur pengamanan yang sudah dilakukan. 

Terakhir, BPK meminta Direksi PT RNI (Persero), dan anak perusahaan untuk berkoordinasi dengan Kementerian BUMN selaku pemegang saham terkait status aset tanah dan bangunan yang sudah beralih kepemilikannya, digunakan untuk fasilitas umum serta tidak ditemukan bukti alas hak dan lokasinya. (***)