MataHukum: Dugaan Tipikor BBM Blending Pertamina, Jaksa Agung Jangan Bikin Gaduh Jaga Marwah Adhyaksa

Fajarpos.com
Sekretaris Jenderal (Sekjen) MataHukum Mukhsin Nasir

JAKARTA – Sekretaris Jenderal (Sekjen) MataHukum Mukhsin Nasir ikut menyoroti  penyidikan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah atau BBM oplosan PT Pertamina Patra Niaga yang dilakukan penyidik Kejaksaan Agung.

Ada 9 sembilan orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Dari Dirut PT Pertamina Patra Niaga hingga anak ‘Raja Minyak’ Riza Chalid.

Mukhsin Nasir menyayangkan pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin yang menyimpulkan kasus korupsi BBM oplosan hanya dilakukan segelintir oknum.

“Kejahatan blending atau oplosan minyak selama 5 tahun tapi Jaksa Agung pada akhirnya menyimpulkan hanya segelintir oknum. Kesimpulan jaksa agung jelas melukai hati rakyat, hanya awalnya buat heboh bikin kegaduhan,” Nasir, Sabtu (7/3).

Sebelum memberikan pernyataan yang bernada kesimpulan, Jaksa Agung sejatinya meminta penyidik memeriksa efek emisinya. Sebab hingga kini efek emisi hasil blending terhadap kendaraan  belum dilakukan uji kelayakan.

“Kalau Jaksa Agung sudah miliki dampak emisi blending baru bisa dia katakan merugikan negara karena rakyat sebagai konsumen mengalami efek dari emisi kendaraannya. Ada gak Jaksa Agung sita BB alat blending itu? Kan tidak. Hanya duit si Chalid doang di ambil di rumahnya,” kata Mukhsin.

Dia juga memertanyakan jaksa penyidik tidak turun langsung ke kilang minyak memeriksa tempat dan cara blending atau oplosannya.

Sebab pembuktian hukum suatu kejahatan tindak pidana itu harus dibuktikan di tempat kejadian perkara. Sehingga pembuktian itulah dapat di simpulkan bagaimana terjadinya kejahatan pidana.

“Bukan hanya melakukan penggeledahan rumah terduga. Karena rumah terduga itu bukan TKP terjadinya kejahatan. Tapi TKP kejahatan blending itu ada di kilang minyak tempat penampungan bahan BBM,” kata Mukhsin.

Selain itu, kilang minyak juga tempat steril. Dimana  pengawasannya diketahui seluruh pejabat tinggi terkait baik di Pertamina maupun pejabat tinggi di BUMN. Apabila ada perbuatan yang menyimpang dilakukan petugas di kawasan kilang minyak semua petinggi terkait di atas pasti mengetahui.

“Apalagi kejadian blending ini adalah sebuah sistem yang menurut Pertamina adalah suatu hal yang dianggap itu sistem yang dibenarkan. Nah disinilah penyidik harus miliki kepekaan bagaimana dia bisa membuktikan dugaannya.

Lalu Mukhsin mengatakan dugaan korupsi blending yang disangkakan Kejagung ini telah berlangsung dari 2018 sampai 2023 mustahil tidak diketahui semua unsur petinggi di Pertamina dan di BUMN. Tapi Jaksa Agung hanya menyimpulkan bahwa korupsi BBM oplosan hanya perbuatan segelintir oknum saja.

“Ini kesimpulan yang kaleng-kaleng jadinya. Kasus Pertamina Jaksa Agung bagaikan pukul gong tapi pada akhirnya bunyinya kaleng bikin gaduh doang melukai hati rakyat,” kata Mukhsin.

Kerugian Negara

Mukhsin menyampaikan bahwa kerugian BUMN tidak selalu dapat dianggap sebagai kerugian negara. Hal ini dikarenakan kekayaan BUMN bukanlah kekayaan negara.

“Harusnya ini yang didalami Jaksa Agung. Jangan main gong bikin gaduh kasian rakyat,” katanya.

Dikatannya, PT Pertamina Patra Niaga adalah anak perusahaan Pertamina. Jika Patra Niaga dianggap salah berarti semua salah Pertamina dan BUMN.

Kebijakan apapun yang dilakukan Patra Niaga itu pasti persetujuan dan pengawasan dari Pertamina, termasuk dari Kementerian BUMN.

“Masa cuman Dirut Patra niaga yang bertanggung jawab, kan lucu,” ucapnya.

Jika ada bukti perbuatan tindak pidana yang dilakukan Dirut Patra Niaga, berarti Dirut Pertamina dan Kementerian BUMN harus bertanggung jawab secara hukum, karena melakukan pembiaran atau memberi peluang Dirut Patra Niaga dengan gengnya mendapatkan keuntungan lewat memperkaya diri.

Jaga Marwah Kejaksaan

Gaduh di awal penyidikan kasus korupsi BBM oplosan ini sangat disayangkan Sekjen MataHukum. Kejagung dinilai terburu-buru menyampaikan penyidikannya ke publik.

“Saya ingatkan Jaksa Agung lebih berhati-hati dalam mengungkap dugaan korupsi sebelum mendalami kejahatan suatu tindak pidana karena dampaknya hanya akan menjadi kegaduhan saja yang tidak melahirkan asas manfaat hukum dan keadilan hukum. Ini akan melukai hati rakyat dan juga meruntuhkan marwah kejaksaan yang kita cintai,” kata Mukhsin.

Kata Mukhsin, sebagai rakyat dirinya punya kewajiban menyelamatkan lembaga kejaksaan agar tidak ternodai kesalahan dan ketidakhati-hatian dalam melakukan penegakan hukum yang akhirnya meruntuhkan lembaga adhyaksa.

“Karena wajah kejaksaan itu bukan wajah Jaksa Agung, tapi wajah kejaksaan adalah wajah keadilan dan kemanfaatan hukum dalam menjaga wibawa negara dan presiden sebagai kepala negara untuk seluruh rakyat Indonesia,” tandas Mukhsin Nasir.

(***)