Usut Kasus Dugaan Manipulasi Denda Sawit Kawasan Hutan, Mantan Sekjen KLHK Dibidik

Fajarpos.com
Jampidsus Febrie Adriansyah

JAKARTA – Sejumlah nama pejabat tinggi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sekarang Kemenhut, diduga telah ditetapkan tersangka atas dugaan manipulasi denda perkebunan sawit di kawasan hutan.

Salah satu nama yang santer adalah Bambang Hendroyono yang merupakan mantan Sekretaris Jenderal KLHK. 

Dugaan keterlibatan Bambang Hendroyono pasca penyidik Kejagung menggeledah dan menyita dokumen penting dikantornya akhir 2024 silam. Bahkan Bambang telah diperiksa tiga kali.

Informasi yang dihimpun redaksi, Bambang Hendroyono diduga memiliki peran penting dalam permainan denda administratif yang berpotensi merugikan negara hingga ratusan miliar rupiah.

Tim penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) saat ini terus mendalami keterlibatan Bambang Hendroyono dalam manipulasi denda perkebunan sawit di kawasan hutan.

“BH (Bambang Hendroyono) berperan sebagai pengendali proses penindakan hingga penetapan denda melalui Satuan Pelaksanaan, Pengawasan, dan Pengendalian,” kata sumber di Kejaksaan Agunb dikutip Rabu (5/3).

Bambang Hendroyono merupakan Ketua Satuan Pelaksanaan, Pengawasan, dan Pengendalian yang dibentuk KLHK pada 2021. Dialah yang memiliki kewenangan menentukan besaran denda dan mekanisme penagihan.

Permainan denda ini berlangsung dengan penerapan dua aturan yang berlaku bersamaan, yakni melalui SK Menteri LHK Nomor 661 Tahun 2023 dan SK Menteri LHK Nomor 815 Tahun 2023.

SK 661 menghitung denda berdasarkan luas kawasan hutan dan nilai kekayaan alam yang rusak, sedangkan SK 815 hanya menghitung denda dari luas lahan sawit.

Selisih dari kedua rumus ini kabarnya mencapai ratusan miliar rupiah.

Sumber itu menduga ada kongkalikong antara pejabat KLHK dan pengusaha sawit dalam pemilihan aturan denda yang lebih ringan.

Perusahaan yang memilih membayar denda ringan melalui SK 815 diduga diminta menyetor uang tambahan kepada oknum pegawai KLHK.

Modus ini menjadi temuan utama penyidikan Kejagung yang berjalan sejak Oktober 2024.

Dokumen internal KLHK menunjukkan bahwa dari 365 tagihan denda hingga Februari 2024, negara hanya memperoleh Rp637 miliar.

Padahal, bila menggunakan rumus SK 661, penerimaan negara seharusnya mencapai Rp1,7 triliun.

“Ini permainan terstruktur. Tim BH yang mengatur semuanya,” kata sumber penegak hukum.

Meski sudah pensiun, BH hingga kini masih aktif sebagai Penasihat Utama Menteri Kehutanan dan berkantor di KLHK.

Soal tata kelola sawit, banyak aspek yang bisa saja jadi celah korupsi. Salah satunya mekanisme pengurusan izin mendirikan kebun kelapa sawit mencakup banyak hal. Mulai dari izin lokasi yang membutuhkan persetujuan Bupati/Wali Kota, izin lingkungan dari pemerintah sesuai lingkup izinnya, izin usaha perkebunan hingga SK pelepasan kawasan hutan dari KLHK jika lahan yang digarap masuk kawasan hutan. 

Poin terakhir itulah yang jadi salah satu modus korupsi tata kelola sawit yang kini sedang diusut oleh kejaksaan.

“Ini kan sudah ada penggeledahan terkait perkara apa, termasuk masalah pelepasan area kawasan hutan, ini ada dilahan konservasi, di hutan lindung,” ujar Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Febrie Ardiansyah, Rabu, 8 Januari 2025.

Modus lain di kasus ini adalah penerapan Pasal 110A dan 110B Undang-undang (UU) Cipta Kerja. Dalam regulasi tersebut diatur perusahaan yang memiliki izin usaha sebelum UU Cipta Kerja disahkan akan diputihkan atau dilegalkan. Areanya akan dikeluarkan dari kawasan hutan. Dengan catatan, mereka memenuhi persyaratan sebelum 2 November 2023. Jika tidak, mereka akan dikenai sanksi berupa pembayaran denda administratif dan atau izin usahanya dicabut sesuai dengan Pasal 110A UU Cipta Kerja.

Sementara bagi perusahaan yang tidak punya izin usaha sebelum UU Cipta Kerja berlaku, tapi terlanjur beroperasi di kawasan hutan, diberi kesempatan satu daur sejak masa panen dan harus membayar denda administratif. Hal itu diatur di Pasal 110B.  Masa daur atau siklus diatur paling lama 25 tahun sejak masa tanam. Setelahnya mereka diharuskan memulihkan area itu menjadi kawasan hutan kembali. 

Wewenang penarikan denda administratif ini dipegang oleh KLHK, yang kini beralih di bawah wewenang Kementerian Kehutanan. Dalam penghitungan denda penerapan kedua Pasal tersebut, KLHK kala itu membentuk Ketua Tim Satuan Pelaksana Pengawasan dan Pengendalian Implementasi UU Cipta Kerja yang dipimpin Bambang Hendroyono. 

Febrie juga menyampaikan, kasus ini berkorelasi dengan temuan kebocoran uang negara sebesar Rp 300 triliun yang pernah diungkap oleh Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Hashim Djojohadikusum. 

(***)