JAKARTA – Akhir 2024, di tengah moncernya kinerja Kejaksaan Agung dalam pemberantasan korupsi. Lembaga ini disorot dugaan korupsi pengadaan alat intelijen senilai hampir Rp1 triliun.
Meskipun telah dibantah oleh Kejagung soal dugaan korupsi itu, namun ternyata pengadaan alat intelijen Kejagung telah memunculkan tanya sejak 2023.
Bahkan pada 2019, eks anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu ikut menyorot dugaan penyimpangan alat intelijen Kejagung.
Pada 2023 lalu, Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) Iskandar Sitorus mengatakan, pengadaan proyek alat intelijen di Kejagung menjadi kontroversi karena tata kelola perencanaan hingga pelaksanaan anggaran tidak dilakukan secara terbuka. Itu sebabnya, publik mencurigai ada yang janggal dari pengadaan proyek alat intelijen di lingkungan Kejagung tersebut.
“Kalau kami menggunakan laporan hasil pemeriksaan (LHP) audit BPK tahun anggaran 2023 atas Kejagung. Nah, di LHP menyebutkan ada pengadaan alat intelijen di 2023 yang menggunakan pinjaman luar negeri yang nilainya kalau dirupiahkan lebih dari Rp 1 triliun. Lalu, mengapa ada lagi anggaran sejenis atau setidaknya pengadaan alat yang berfungsi sama di 2024? Menjadi janggal bukan?” tutur Iskandar di Jakarta, akhir 2024 dinukil dari iconomicscom.
Di samping itu, kata Iskandar, kejanggalan lainnya jika dibandingkan LHP audit BPK 2023 dengan proyek alat intelijen 2024, maka nomenklaturnya terlihat hampir sama. Itu sebabnya, menjadi wajar jika publik curiga karena diduga Kejagung dan Komisi III sama-sama menganggarkan untuk proyek yang sama untuk 2 tahun berturut-turut.
“Kami pun mempertanyakan hal tersebut, apakah pengadaan alat intelijen 2023 dan 2024 itu sama atau malah duplikasi? Kalau sama, mengapa Kejagung harus mengadakan proyek tersebut di 2024? Apakah peralatan yang baru dibeli 2023 itu sudah rusak atau berada dalam fungsi yang tidak seharusnya? Belum lagi diduga ada pengadaan sejenis alat intelijen oleh instansi lain, namun penggunaannya di bawah kendali Kejagung? Coba dicocokkan mata anggaran pengadaan alat sejenis di Komdigi tahun anggaran 2021-2022 yang angkanya juga sangat bombastis. Publik kan tidak mendapatkan penjelasan atas hal-hal tersebut,” ungkap Iskandar.
Sebelumnya pada 2019 silam, dalam postingan akun X Masinton Pasaribu menyebutkan, kejanggalan pada proyek bernilai Rp 899 miliar itu dilakukan dengan penunjukan langsung tanpa tender lelang.
“6 proyek pengadaan dgn penunjukan langsung (tanpa tender) di @Kejaksaan bersumber dari APBN 2019,” kata Masinton.
Dugaan penyalahgunaan uang negara itu dalam enam butir pemaparan. Selain tanpa tender, kata dia, sebagai wakil rakyat yang bermitra dengan institusi kejaksaan, pihaknya telah menerjunkan tim dan menemukan proyek berupa pengadaan peralatan operasi intelijen.
Padahal, kata dia, proyek operasi intelijen dalam salah satu mata anggaran ditemukan pengadaan alat sadap. Sementara itu, menurut dia, alat sadap yang dimiliki Kejaksaan Agung dianggap masih canggih.
“Pagu Rp73.883.698.000 miliar (pengadaan alat operasi intelijen),” tulis Masinton.
Selain pengadaan alat intelijen, Masinton juga bilang jumlah pengadaan itu pada pengadaan peralatan counter surveillance. Pengadaan pada peralatan sudah masuk tahap III dengan pagu anggaran Rp379,8 miliar.
“Tiga, pengadaan peralatan pengoptimalan kemampuan monitoring centre Kejaksaan Agung RI, pagu Rp182 miliar,” kata dia.
Selain tiga proyek itu ada pengadaan System Monitoring dan Analisis Cyber dengan anggaran Rp 107,8 miliar. Ada lagi pengadaan perangkat analisis digital cyber dan persandian dengan anggaran Rp 106,8 miliar.
“Enam, pengadaan peralatan dan sistem manajemen informasi DPO. Pagu Rp 49,3 miliar,” kata Masinton.
Jadi dengan fakta di atas, apakah pengadaan alat intelijen Kejagung 2024 memang diduga kuat ada penyimpangan?
(***)