JAKARTA – Berikut ini fakta-fakta dugaan tindak pidana korupsi dan pencucian uang dalam pemberian pembiayaan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) kepada PT Duta Sarana Technology (PT DST) dan PT Maxima Inti Finance (PT MIF) periode 2012-2016.
Kasus dugaan tindak pidana korupsi dan pencucian uang dalam pemberian pembiayaan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) kepada PT Duta Sarana Technology (PT DST) dan PT Maxima Inti Finance (PT MIF) periode 2012-2016 saat ini ditangani Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri.
“Kami akan menuntaskan penyidikan ini secara profesional guna menemukan tersangka dan memulihkan kerugian negara,” kata Kepala Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri Irjen Pol. Cahyono Wibowo dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Minggu (2/2)?
Berikut ini fakta-fakta dugaan korupsi pembiayaan LPEI:
1. Kerugian Negara Fantastis
Kasus tersebut berpotensi merugikan keuangan negara dalam jumlah yang signifikan. Tak disebut jumlah pasti kerugian negaranya. Namun ditaksir ratusan miliar.
2. Tidak Sesuai Presedur
Berdasarkan keterangan penyidik, kata dia, LPEI memberikan pembiayaan kepada PT DST yang tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku, mengarah pada kredit macet senilai Rp45 miliar dan 4,125 juta dolar AS sejak tahun 2012 hingga 2014
Kemudian dengan skema novasi, kata dia, PT MIF mengambilalih kewajiban PT DST, namun pembiayaan yang diberikan kepada PT MIF juga digunakan tidak sesuai dengan ketentuan.
LPEI lalu memberikan pembiayaan kepada PT MIF sebesar 47,5 juta dolar AS dalam periode 2014 hingga 2016, namun proses pemberiannya penuh dengan penyimpangan dan melanggar ketentuan yang ada. Termasuk, analisis permohonan kredit yang tidak tepat dan kurangnya monitoring terhadap penggunaan dana.
3. Kredit Macet dan Gagal Bayar
Lalu PT MIF mengalami kebangkrutan dan gagal membayar utang kepada LPEI sebesar 43,6 juta dolar AS pada tahun 2022.
“Dari hasil penyelidikan yang dilakukan, kami menemukan adanya potensi tindak pidana pencucian uang yang berasal dari tindak pidana korupsi, di mana dana hasil pembiayaan yang disalurkan itu digunakan untuk kepentingan pribadi dan perusahaan yang tidak sesuai dengan peruntukannya,” tuturnya.
4. Sebanyak 27 Saksi Diperiksa
Dia mengatakan penyidik Kortastipidkor telah memeriksa 27 saksi dan mengumpulkan berbagai dokumen terkait proses pemberian pembiayaan, perjanjian kredit, serta hasil audit yang menunjukkan adanya penyimpangan.
Selain itu, penyidik juga telah berkoordinasi dengan instansi terkait, seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) guna mendalami lebih lanjut dugaan pencucian uang dalam kasus ini.
Dia menyebut proses penyidikan ke depan akan terus dilakukan secara profesional untuk mengidentifikasi tersangka dan mengembalikan kerugian negara yang ditimbulkan. (***)