Fajarpos.com, Jakarta – Dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Perguruan Tinggi (Permendikbudristek) Nomor 53 Tahun 2023, terdapat perubahan dalam status akreditasi perguruan tinggi dan program studi (prodi).
Untuk akreditasi perguruan tinggi, terdapat dua status, yaitu “Terakreditasi” dan “Tidak Terakreditasi.” Sementara itu, untuk akreditasi prodi, terdapat beberapa status, yaitu “Terakreditasi oleh Lembaga Internasional,” “Terakreditasi Unggul,” “Terakreditasi,” dan “Tidak Terakreditasi.”
Sebelumnya, dalam Peraturan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) Nomor 1 Tahun 2022, terdapat peringkat akreditasi dengan Instrumen Akreditasi 7 Standar yang terdiri dari A, B, dan C.
Sedangkan untuk peringkat akreditasi dengan Instrumen Akreditasi Program Studi (IAPS) 4.0 dan Instrumen Akreditasi Perguruan Tinggi IAPT 3.0, terdapat peringkat “Unggul,” “Baik Sekali,” dan “Baik.” Dengan diberlakukannya Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023, terjadi perubahan dalam sistem status akreditasi.
Lantas, bagaimana nasib perguruan tinggi yang sudah memiliki status akreditasi berdasarkan aturan lama BAN-PT?
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, menjelaskan bahwa akreditasi yang telah diberikan kepada perguruan tinggi dan program studi (prodi) saat ini masih berlaku sampai masa berlakunya habis.
Setelah masa berlaku tersebut berakhir, perguruan tinggi dan prodi diminta untuk bertransisi ke penerapan aturan akreditasi baru sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Perguruan Tinggi (Permendikbudristek) Nomor 53 Tahun 2023.
Hal ini berarti bahwa aturan akreditasi yang baru akan berlaku setelah masa berlaku akreditasi yang lama habis.
“Kami menyediakan grey period atau masa transisi selama 2 tahun ke depan. Tapi saya rasa, dengan kebijakan ini akan jauh lebih cepat sih, adaptasi pada hal-hal yang malah mengurangi beban, enggak terlalu merepotkan, karena yang saya dengar, udah lama sistem ini diinginkan lebih sederhana,” kata Nadiem di di Merdeka Belajar Episode 26: Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Perguruan Tinggi, dikutip Jumat (1/8/2023).
“Dan bagi yang sudah mendapatkan akreditasi tentunya sekarang kita punya akreditasi A, B, C, itu masih valid sampai masa berlakunya selesai. Lalu, pindah ke sistem barunya secara natural, organik, terakreditasi atau tidak. Unggul itu sebagai opsi voluntary masing-masing perguruan tinggi,” imbuhnya.
Biaya Akreditasi Wajib Kini Ditanggung Pemerintah
Mendikbudristek Nadiem Makarim menambahkan bahwa perguruan tinggi dan program studi (prodi) yang belum menjalani proses akreditasi dapat melakukannya dengan biaya yang ditanggung oleh Pemerintah.
Namun, bagi perguruan tinggi dan prodi yang ingin meningkatkan status akreditasinya, mereka akan menanggung biaya akreditasi tersebut sendiri. Ini berarti bahwa biaya akreditasi akan dibebankan kepada perguruan tinggi atau prodi yang bersangkutan jika mereka ingin meningkatkan status akreditasinya.
“Untuk BAN-PT dan LAM (Lembaga Akreditasi Mandiri) selanjutnya menyadari bahwa tidak lagi menarik biaya ke perguruan tinggi untuk akreditasi wajib, tetapi hanya untuk yang ingin akreditasi Unggul. BAN-PT dan LAM bertanggung jawab untuk menyesuaikan instrumen akreditasi dengan standar baru ini,” ucapnya.
Menurut Nadiem, kebijakan penanggungan biaya akreditasi wajib ini terutama untuk memudahkan perguruan tinggi dengan skala lebih kecil.
“Beban finansial berkurang, terutama untuk perguruan tinggi yang tidak mampu untuk selalu akreditasi setiap prodinya karena biaya sangat tinggi; kini ditanggung negara,” katanya.